Powered by Blogger.

Tamak Dunia : Sumber Kehancuran

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Thursday, October 27, 2011 | 11:28

Dalam buku populernya “The Rise and Fall of the Great Powers”, Paul Kennedy menutup dengan bab “The United States: the Problem of Number One in Relative Decline”. Dalam buku ini, Kennedy memaparkan tanda-tanda kemunduran Amerika Serikat: Tahun 1985, utangnya sudah mencapai 1.823 milyar USD. Defisit neracanya 202,8 milyar USD. Tahun 2002 defisit neracanya diperkirakan telah mencapai lebih dari 400 miliar dolar AS. Dengan politik unilateralnya, ambisi kuasanya, beban yang ditanggung AS makin besar. Duit ditebar untuk menaklukkan negara-negara lain.

Tapi, bagaimana pun, untuk sementara ini, AS masih menjadi negara terkuat. Dalam kata-kata Paul Kennedy, “For all its economic and perhaps military decline, it remains, in Pierre Hassner’s world, “the decisive actor in every type of balance and issue… because it has so much power for good or evil.”

Nabi Muhammad saw menunjukkan sebuah rumus kehancuran peradaban, dalam satu sabda beliau: "Hampir tiba suatu masa dimana berbagai bangsa/kelompok mengeroyok kamu, bagaikan orang-orang yang kelaparan mengerumuni hidangan mereka." Seorang sahabat bertanya: "Apakah karena jumlah kami yang sedikit pada hari itu?" Nabi SAW menjawab: "(Tidak) Bahkan jumlah kamu pada hari itu sangat banyak (mayoritas), tetapi (kualitas) kamu adalah buih, laksana buih di waktu banjir, dan Allah mencabut rasa gentar terhadap kamu dari hati musuh-musuh kamu, dan Allah akan menanamkan penyakit "al wahnu". Seorang bertanya, "Apakah al wahnu itu Ya Rasulallah?" Rasulullah menjawab: "Cinta dunia dan takut mati." (HR Abu Dawud).

Umat Islam digambarkan oleh Rasulullah SAW, ketika itu jumlahnya banyak. Tapi, banyaknya tidak berarti, laksana buih. Sumber kehinaan itu terletak pada sikap “hubbud-dunya”, penyakit tamak terhadap dunia. Kebangkitan dan kehinaan suatu umat atau bangsa adalah merupakan sunnatullah. Jika umat Islam tidak kembali kepada Islam, terjangkit penyakit hubbud-dunya, maka selamanya umat ini akan terus terhinakan. Pada saatnya nanti Allah akan memusnahkan umat seperti itu dan menggantikannya dengan umat atau generesi yang lain.

“Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa yang murtad dari agama Allah, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, yang Allah mencintai mereka, dan merkapun mencintai Allah, mereka berkasih sayang kepada orang-orang mukmin, dan tidak menghinakan diri kepada orang-orang kafir, mereka berjihad di jalan Allah, dan mereka tidak takut pada celaan orang-orang yang suka mencela.” (QS al-Maidah:54)

Manusia-manusia yang “tamak dunia” tidak memiliki sikap cinta Allah dan Rasul-Nya. Apalagi mau berjihad di jalan Allah! Mereka hanya mementingkan syahwat dunia, mengejar dunia demi keuntungan dan kesenangan dirinya. “Tamak dunia” menjauhkan manusia dari sikap cinta pengorbanan yang menjadi salah satu asas kebangkitan sebuah bangsa atau peradaban.

Syekh Amir Syakib Arsalan dalam buku terkenalnya, Limaadzaa Taa’kkharal Muslimun wa-limaadzaa Taqaddama Ghairuhum menyebutkan, bagaimana besarnya sikap berkorban dari kaum Yahudi dan bangsa-bangsa Barat, sehingga mereka mampu mengalahkan kaum Muslimin di berbagai belahan dunia. Pemuda-pemuda Italia dulu, tulis Syaikh Arsalan, merasa malu jika sampai umur 20 tahun masih ada di kampungnya. Mereka meminta izin untuk pergi berperang melawan umat Islam. Bangsa Yahudi mampu menghimpun dana yang sangat besar dan ribuan milisi berani mati demi merebut Tanah Palestina.

Tengoklah sejarah! Mengapa kaum Muslim hancur di Andalusia setelah hampir 800 tahun (711-1492) memimpin negeri ini. Mengapa Kota Jerualem bisa diduduki Pasukan Salib (tahun 1099) yang jauh lebih rendah tingkat peradabannya? Mengapa bangsa Mongol yang sangat biadab dan barbar bisa menaklukkan Baghdad tahun 1215? Bisa disimpulkan: “tamak dunia” adalah sumber utama kehancuran peradaban Islam saat itu.

Dr. Majid Irsan al-Kilani dalam bukunya, Hakadza Dhahara Jiilu Shalahuddin wa-Hakadza ‘Aadat al-Quds, dengan tepat menggambarkan kondisi moralitas penguasa, ulama, dan masyarakat, di saat-saat kejatuhan Kota Suci Jerusalem di tangan pasukan salib. Penyakit tamak dunia merajalela, bukan hanya di kalangan penguasa, tetapi juga di kalangan ulama. Umat Islam mengabaikan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar. Mereka membiarkan kemunkaran merajalela, karena sibuk memikirkan kejayaan dan keuntungan pribadi dan kelompoknya. Satu lagi, penyakit kronis ketika itu: umat Islam terjebak dalam perpecahan antar-mazhab yang sangat parah. Mereka tidak peduli dengan Islam, dan hanya sibuk memikirkan kejayaan kelompoknya dengan mencaci-maki kelompok lainnya.

Tokoh Islam, Mohammad Natsir, jauh-jauh sebelumnya pernah mengingatkan bahaya ”tamak dunia” yang sedang mengancam negara Indonesia. Pada 17 Agustus 1951, hanya 6 tahun setelah kemerdekaan RI, Mohammad Natsir menulis sebuah artikel berjudul “Jangan Berhenti Tangan Mendayung, Nanti Arus Membawa Hanyut.” Melalui artikelnya ini, Natsir menggambarkan hilangnya budaya cinta pengorbanan pada manusia Indonesia pasca kemerdekaan: “Dahulu, mereka girang gembira, sekalipun hartanya habis, rumahnya terbakar, dan anaknya tewas di medan pertempuran, kini mereka muram dan kecewa sekalipun telah hidup dalam satu negara yang merdeka, yang mereka inginkan dan cita-citakan sejak berpuluh dan beratus tahun yang lampau… Semua orang menghitung pengorbanannya, dan minta dihargai. Sengaja ditonjol-tonjolkan kemuka apa yang telah dikorbankannya itu, dan menuntut supaya dihargai oleh masyarakat. Dahulu, mereka berikan pengorbanan untuk masyarakat dan sekarang dari masyarakat itu pula mereka mengharapkan pembalasannya yang setimpal… Sekarang timbul penyakit bakhil. Bakhil keringat, bakhil waktu dan merajalela sifat serakah. Orang bekerja tidak sepenuh hati lagi. Orang sudah keberatan memberikan keringatnya sekalipun untuk tugasnya sendiri.”

Di tahun 1980-an, Natsir juga pernah berpesan kepada para sejumlah cendekiawan Muslim yang mewawancarainya: ”Salah satu penyakit bangsa Indonesia, termasuk umat Islamnya, adalah berlebih-lebihan dalam mencintai dunia...Di negara kita, penyakit cinta dunia yang berlebihan itu merupakan gejala yang ”baru”, tidak kita jumpai pada masa revolusi, dan bahkan pada masa Orde Lama (kecuali pada sebagian kecil elite masyarakat). Tetapi, gejala yang ”baru” ini, akhir-akhir ini terasa amat pesat perkembangannya, sehingga sudah menjadi wabah dalam masyarakat. Jika gejala ini dibiarkan berkembang terus, maka bukan saja umat Islam akan dapat mengalami kejadian yang menimpa Islam di Spanyol, tetapi bagi bangsa kita pada umumnya akan menghadapi persoalan sosial yang cukup serius.”

Nabi Muhammad saw sudah mengingatkan bahaya ”tamak dunia”. Sejarah sudah membuktikan. Kini, kita bisa menilai: apakah bangsa Indonesia – bangsa Muslim terbesar di dunia ini -- sedang menuju proses kebangkitan atau sedang menggali kuburnya sendiri? Wallahu a’lam bil-shawab. (adianhusaini.com)
11:28 | 0 comments | Read More

Mengenal Dr. Yusuf Qardhawi : Dalam mendidik anak tidak melakukan pembedaan terhadap Ilmu

Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta pada 9 September 1926. Usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur’an. Menamatkan pendidikan di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru dia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi “Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan”, yang kemudian di sempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.

Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah mengenyam “pendidikan” penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.

Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rejim saat itu.

Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.

Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.

Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.

Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, kita bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam. (hidayatullah)
11:12 | 0 comments | Read More

Sesuatu yang Agung Selalu Dimulai dari Dalam

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Wednesday, October 5, 2011 | 09:31

Oleh: Ust. Musyaffa Abdurrahim, Lc.*

Jika telur pecah karena faktor eksternal
Berarti kehidupannya berakhir
Jika telur pecah karena faktor internal
Berarti ada kehidupan baru dimulai

"SESUATU YANG AGUNG SELALU DIMULAI DARI DALAM"

DR. Salman Audah, seorang ulama' dan pemikir dari Saudi Arabia berkata:
Kita wajib percaya bahwa kita diciptakan bukan:
Untuk gagal
Untuk bersedih,
atau Untuk menjadi manusia-manusia tanpa tujuan
Kita wajib percaya bahwa keberadaan kita bukanlah kebetulan
Bukan pula sekedar suatu angka
Keberadaan kita adalah karena adanya suatu keperluan
"SAYA ADA KARENA ALAM SEMESTA MEMERLUKAN SAYA"
Ambillah ibrah dari harimu
Jadikan kemaren sebagai pengalaman

Dunia adalah persoalan matematik
Bubuhkan tanda - capek dan sengsara
Bubuhkan tanda + cinta dan kesetiaan
Niscaya Tuhan pemilik langit akan menolong dan memberikan taufiq kepadamu

Jika engkau sujud, sampaikan kepada-Nya seluruh rahasiamu
Jangan dengarkan orang-orang di sekelilingmu
Bisiki Dia dengan air matamu
Dan hatimu adalah kekayaanmu
Dan Dia melihat kepadanya

Jangan berkata: dari mana aku mulai
Ketaatan kepada-Nya adalah titik awal

Jangan berkata: mana jalanku
Syari'at Allah adalah penunjuk jalan

Jangan berkata: di mana kenikmatanku
Cukulah syurga Allah sebagai jawabannya

Jangan berkata: besok aku akan memulai
Bisa jadi itulah akhir perjalananmu

Dunia itu tiga hari:
Sehari telah kita lalui dan tidak akan kembali

Hari ini yang tidak akan abadi, dan
Besok, yang kita tidak tahu akan bersama siapa? Dan di mana?

Saat seseorang mengucapkan kata-kata yang tidak pantas kepadamu
Jangan marah..senyumlah..sebab ia telah mengungkapkan jati dirinya, sehingga engkau tidak perlu capek menggalinya

Dan biasakan lidahmu untuk mengucapkan:
Allahummaghfirli (ya Allah, ampuni daku)

Sebab ada saat-saat tertentu Allah SWT tidak menolak permohonan siapa pun.

*IAF @myQuran.com
09:31 | 0 comments | Read More

Penyebab Para Remaja Pacaran

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Tuesday, October 4, 2011 | 16:25

Beberapa penyebab para remaja memutuskan pacaran, Mungkin diantaranya :

Dari beberapa buku psikologi ditulis : keinginan para remaja untuk berpacaran karena mereka tergoda untuk pacaran disebabkan kurangnya limpahan kasih sayang dari orang tua atau lingkungan di rumah.

kasih sayang yang dimaksud disini, bukan berarti orang tua harus menemani selama 24jam untuk sang anak. tapi adalah bagaimana perhatian dan cara memberikan kasih sayang dari orang tua kepada anak. bagaimana orang tua/keluarga memperlakukan anak-anak tersebut. karena ada juga orang tua yang selalu stand by dirumah tapi perlakuannya terhadap sang anak jauh dari baik. sehingga anak anak mencari pelampiasan atau kehangatan kasih sayang diluar rumahnya.

Dan ternyata, setelah diamati di kehidupan sehari-hari, baik dari lingkungan keluarga, teman, dan sekitar maupun para siswa/i yah memang seperti itu.

anak2 yang memiliki kualitas hubungan dan kasih sayang yang baik dengan keluarganya cenderung malu atau enggan berbicara masalah pacaran, istilahnya tabu buat mereka. dan kebanyakan dari mereka pun tidak berani pacaran. karena mereka melihat tidak ada gunanya pacaran. dan terkadang sang anak jatuhnya terlihat lebih manja dengan kedua orang tua nya. tapi manja yang wajar untuk anak2 remaja seusia mereka. baguslah karena manja pada yang seharusnya.

sedangkan pada anak2 remaja yang usianya sama pula tapi tidak memiliki kualitas hubungan yang baik antar orang tua dan anak. dan sangat buruk dalam menunjukkan kasih sayang mereka kepada anak, yah bisa dipastikan para remaja tersebut akan melakukan pacaran. dan buat mereka hal ini bukanlah menjadi hal yang tabu. bahkan mereka sudah terang2an men-declare perasaan mereka yang sangat dewasa ini. apalagi kalau mereka sadar kalau mereka memiliki kelebihan seperti fisik atau wajah yang bagus. makin lancar ajah deh ....

contoh kecil, ketika sang remaja akhirnya melakukan pacaran.

Disaat berada di lingkungan rumah dia selalu tidak dihargai dalam segala hal.
misalkan, sang ibu menyuruhnya mencuci piring namun hasil cucian piringnya kurang bersih atau masih amis. lalu sang ibu komplain sambil berkata2 kasar "pegimana sih kamu, disuruh nyuci beginian ajah ga bisa. makan ajah ama tidur digedein luuh"...
yang ada sang anak dongkol. begitu juga ketika akan disuruh melakukan pekerjaan yang lain, salah lagi. otomatis omelan lagi yang didapat. begitulah terus menerus selalu saja salah setiap kali diminta tolong tanpa ada sedikitpun penghargaan yang didapat dari orang tua. minimal senyuman atau pun ucapan terima kasih pun tidak didapat.

Hal-hal sepele semacam ini yang nampaknya memang tidak disadari oleh para orang tua. sementara para orang tua sendiri pun memiliki berjuta alasan atas sikapnya tersebut, tanpa mau memahami bahwa para remaja masih butuh limpahan kasih sayang bukannya omelan. walhasil sang anak pun mencari kebahagiaan diluar rumah.

ketika ada seorang gadis remaja yang sering sekali diomelin, dijatuhkan oleh orang tuanya sendiri alias sedikit sekali penghargaan yang diberikan ke anak. apalagi mendapatkan limpahan kasih sayang, jarang sekali. jangan heran ketika si gadis cepat sekali termakan bujuk rayu teman laki2nya.

ketika dirumah , ibunya jarang sekali berkata2 manis atau sekedar memberi senyum . namun ada orang lain yang mau tersenyum dan berkata2 manis padanya. dan ketika ayahnya tidak pernah membelai kepalanya. namun ada teman sebayanya yg laki2 bahkan pria yang lebih dewasa dengan senang hati mau membelai kepala si gadis, otomatis dia bukannya menolak tapi malah senang. dari situlah pintu menuju pacaran para remaja dimulai.

yang lebih parahnya, ketika mereka pacaran selayaknya suami istri dan akhirnya pun hamil duluan lalu dengan mudah mendapat gelar MBA (married by accident).

*Aisya @myQuran.com
16:25 | 0 comments | Read More