Powered by Blogger.

Dulu Masa Orientasi Siswa (MOS) Kini Namanya Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS)

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Tuesday, July 19, 2016 | 10:20


Senin, tanggal 18 Juli 2016 menjadi hari pertama anak-anak masuk Sekolah. Di masa-masa yang lalu hal itu sering disebut dengan MOS yaitu Masa Orientasi Siswa. Kamu yang angkatan lama, pasti tahu betul bagaimana repotnya menyiapkan perlengkapan dan atribut untuk MOS di hari pertama.

Tahun ajaran 2016/2017 ini ada perbedaan, yakni tidak ada MOS. Karena berdasarkan evaluasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan MOS menjadi ajang tindakan perpeloncoan yang dilakukan oleh Siswa senior terhadap Siswa baru.

Sekarang ini MOS berganti menjadi Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan menginginkan Sekolah menjadi tempat belajar yang penuh tantangan sekaligus menyenangkan. Maka dari itu, Pengenalan Lingkungan Sekolah diselenggarakan oleh para Guru, bukan lagi oleh Siswa senior (biasanya oleh OSIS). Berikut perbedaan MOS dengan PLS di Hari Pertama Masuk Sekolah.

Dulu (Masa Orientasi Siswa atau MOS):

1. Siswa Senior dan / atau alumni menjadi penyelenggara.

2. Kegiatan mengandung unsur perploncoan, pelecehan, kekerasan, dan/atau pemberian hukuman yang tidak mendidik.

3. Siswa baru menggunakan atribut yang tidak masuk akal dan/atau tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran siswa.

4. Kegiatan dilakukan di luar jam pelajaran.

5. Sekolah meminta pungutan biaya maupun bentuk pungutan lainnya yang sifatnya memaksa.

Sekarang (Pengenalan Lingkungan Sekolah atau PLS):

1. Guru menjadi penyelenggara.

2. Kegiatan bersifat edukatif, kreatif, dan menyenangkan.

3. Siswa baru memakai seragam dan atribut resmi dari sekolah.

4. Kegiatan hanya diadakan di lingkungan sekolah, ketika jam pelajaran, serta dalam 3 hari di minggu pertama awal tahun ajaran baru.

5. Sekolah menugaskan minimal 2 orang guru untuk mendampingi kegiatan pengenalan anggota baru ekstrakurikuler.
10:20 | 0 comments | Read More

Pemprov Jawa Barat Canangkan Program Tolak Kekerasan di Sekolah


Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggelar kampanye Jabar Menolak Kekerasan. Kampanye ini bertujuan untuk mengurangi angka kekerasan dengan wadah program sekolah.

Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan mengatakan, pemilihan sekolah sebagai wadah program Jabar Tolak Kekerasan karena anak-anak sering menjadi sasaran kekerasan.

"Kita ingin mewujudkan sekolah ramah anak. Mengapa kita memilih sekolah karena sekolah dihuni anak-anak yang sering menjadi sasaran kekerasan," kata Aher saat memimpin Apel Besar Pencanangan Jabar Tolak Kekerasan di halaman Gedung Sate, Bandung, Senin (18/7/2016).

Ditemui secara terpisah, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Netty Prasetyani mengatakan, dirinya sangat bersyukur program Jabar Tolak Kekerasan dalam upaya mewujudkan sekolah yang ramah anak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak pemangku kepentingan.

"Saya mengapresiasi keterlibatan seluruh pihak baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, para pengawas dan kepala sekolah yang terlibat langsung termasuk peserta video conference," kata Netty.

"Saya lihat hasil dialog video conference tadi pagi, bahwa pihak sekolah antusias untuk segera menciptakan lingkungan yang ramah bagi anak," tambah Netty.

Netty menilai, pihak sekolah sangat siap dalam menyambut program Jabar Tolak Kekerasan ini. Hal ini terlihat saat dia mengantar anaknya ke SMAN 3 Bandung dengan terpampangnya spanduk kampanye penolakan terhadap kekerasan.

Dia juga berharap paradigma tahun ajaran baru di sekolah yang identik dengan ajang balas dendam senior terhadap junior, melalui Masa Orientasi Siswa (MOS) dapat berubah dengan pengenalan program baru yaitu Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

"Dengan paradigma baru semoga dapat memberikan citra sekolah bisa bebas dari budaya kekerasan," kata Netty.

"Sekecil apapun bentuk bullying dari senior kepada junior, dari guru atau yang lainnya kepada siswa, semoga dapat dihilangkan," ujarnya.

Netty menegaskan, orangtua ataupun siswa dapat melapor langsung kepada P2TP2A jika suatu saat nanti menemukan kasus kekerasan yang terjadi di sekolah ataupun di tempat lainnya.

Netty mengatakan, salah satu indikator sekolah yang mendukung program ramah anak adalah dengan memasang spanduk atau papan pengumuman informasi yang mencantumkan nomor Kepala Sekolah, guru BK, dan T2PT2A.

"Kalau ada kasus bisa dilaporkan ke T2TP2A, dengan demikian harapannya kekerasan di sekolah bisa dideteksi dan ditangani. Kita berharap setelah program ini kita gagas, maka angka kekerasan di Jawa Barat bisa turun," ujarnya.

Sebagai informasi, angka kekerasan secara umum yang terjadi di Jawa Barat sampai semester pertama tahun 2016 sudah mencapai 76 laporan.

Netty mengatakan, angka ini sudah termasuk tinggi dan kemungkinan masih ada kasus kekerasan yang tidak dilaporkan oleh korbannya.

"Dengan berjalannya program ini, saya berharap angka kekerasan terhadap anak di Jawa Barat bisa diredam," katanya.

Sumber: Inilahkoran.com
09:59 | 0 comments | Read More

Ketua Pertimbangan MUI Pusat: Ego Kelompok Berpotensi Pecah Umat


Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof KH Din Syamsuddin mengatakan terdapat dilema dalam kemajemukan Indonesia. Menurut Din, terdapat ego kelompok yang menjadi potensi terjadinya perpecahan antar umat beragama.
"Kita harus bertekad kemajemukan sebagai kekuatan," ujar Din, pada acara Halal Bi Halal Idul Fitri 1437 H oleh Indonesian Association For Religions & Cultures (IARC) dan Majlis Ulama Indonesia (MUI), di Grand Sahid Jaya Jakarta, Senin (18/7) malam.
Dia mengajak agar kebersamaan terus dijaga. Baik kebersamaan atas dasar agama, suku dan etnik. Dia menuturkan kebersamaan harus menjadi pengalaman batin. Mantan ketua umum MUI dan PP Muhammadiyah itu juga menginginkan tidak ada kelompok yang ingin menang sendiri.
"Jangan ada yang ingin menguasai kelompok lain," kata Din. Dengan menjaga kebersamaan, Din meyakini  komitmen nilai Pancasila akan tetap terjaga.
Di acara yang sama,  Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan juga mengajak tokoh agama menjaga kebersamaan. Luhut tidak menginginkan konflik seperti negara-negara Timur Tengah terjadi di Indonesia.
"Kita di Indonesia kebersamaan perlu dipelihara, jangan terperosok seperti Timur Tengah," kata Luhut.

Sumber: Republika.co.id
09:44 | 0 comments | Read More

Dewan Pendidikan Cianjur: Menulis di Kalangan Guru Masih Minim

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Monday, July 18, 2016 | 17:34

Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Cianjur, RA Ridwan mengaku pihaknya merasa sangat prihatin melihat kondisi guru di Kabupaten Cianjur masih sangat minim dalam menulis.

Padahal menulis merupakan salah satu syarat dari seorang guru untuk kenaikan pangkat. Melihat kondisi seperti itu pihaknya menilai bahwa pendidikan di Kabupaten Cianjur masih sangat rendah.

“Sebagai orang yang terjun dalam dunia pendidikan seharusnya mereka memberikan contoh yang baik kepada yang lain khususnya sesama teman seprofesinya itu dan biasanya yang suka malas dalam menulis adalah guru yang sudah senior,” tutur Ridwan.

Menurutnya, dalam hal ini juga seharusnya Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur jangan tinggal diam saja. Pasalnya, guru yang malas dalam menulis harus diberikan pengarahan dan pelatihan

“Ya, Disdik itu harus bisa mengajak guru-guru untuk menulis dan menghasilkan hasil karya tulis. Karena mereka itu tidak akan bergerak jika pemimpin mereka itu tidak bergerak juga. Kalau seperti itu bagaimana pendidikan di Cianjur bisa maju seperti halnya kabupaten lain maupun negara lain,” tegasnya.

Ditambahkannya, untuk mengantisipasi hal tersebut dalam hal ini dewan pendidikan berencana akan melakukan kerjasama dengan dinas pendidikan mengadakan acara pelatihan khusus untuk guru.

“Insya Allah kami akan melakukan kerjasama pelatihan menulis. Tujuannya agar mereka (guru) semangat dalam menulisnya kembali lagi,” ungkapnya.

Sumber: pojoksatu.co.id
17:34 | 0 comments | Read More

Video Bagaimana Anak Sekolah Yahudi di Israel Sangat Membenci Bangsa Arab

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Monday, July 11, 2016 | 14:11

Sebuah Video yang menggambarkan bagaimana anak-anak Yahudi di Israel sudah didoktrin untuk membenci orang Arab (Islam) dan mereka menganggap Bangsa Arab di Tanah Palestina yang dijajah oleh Israel sebagai budak


Terjemahan:
Pengawas: "apa perasaan kalian bila bertemu dengan Arab?
Murid: "perasaan kemarahan, saya merasa ingin membunuhnya."
Pengawas, "Dan apa yang terjadi bila bertemu anak Yahudi yg tidak taat beragama?"
Murid: "Saya merasa kasihan kepada mereka, karena mereka sekuler."
Pengawas, "Kenapa merasa kasihan kepadanya?, karena tidak dilahirkan dalam ketaatan, apa yg merugikan kalian?"
Murid: "karena dia tidak berada dijalan yang benar."
Pengawas: "Apa yang kalian lihat dari al-Quds selama 10 tahun?"
Murid: "Semuanya Yahudi, dan disana terdapat Arab akan tetapi mereka adalah budak."

Oleh: Ruslan Gunawan
14:11 | 0 comments | Read More

Belajar dari Sejarah: Jika Umat Islam Indonesia Semakin Liberal dan Sekuler Maka Tunggulah Kehancurannya

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Friday, July 1, 2016 | 11:18

Judul Asli: Belajar dari Genosida Muslim Bosnia (Refleksi terhadap Toleransi Beragama)
Oleh: Ilham Tirta (Wartawan Republika Online)

Pada abad ke-13, Bosnia adalah negara dengan mayoritas Muslim. Mereka hidup damai dengan kaum minoritas. Pada masa itu, setidaknya ada 45 persen dari 4,7 juta warga Bosnia memeluk agama Islam. Sisanya adalah Kristen Ortodoks, Katolik, Protestan, dan lainnya. Arus modernisasi membuat penduduk Bosnia mengikuti gaya Eropa pada umumnya. Identitas agama tidak lagi terlihat mencolok. Semua hidup berdampingan dengan damai dalam bingkai kerukunan antarumat beragama.

Kehidupan Muslim dengan nilai-nilai Islamnya lambat laun pudar di negeri Balkan. Diskotek dan bar muncul di setiap sudut kota. Tak ada lagi jarak antara Muslim dan non-Muslim. Mulai dari cara berpakaian, bergaul, hingga merayakan hari-hari besar keagamaan. Semuanya membaur atas nama besar toleransi. Dalam diary yang ditulis Zlatan Filipovic--seorang gadis Muslim yang terlahir dalam keluarga terhormat di Sarajevo yang menjadi ibu kota Bosnia--diceritakan bagaimana sekulernya warga Muslim sebelum 1992. Pada masa itu, tak ada lagi wanita Muslim yang memakai kerudung. Kaum lelaki juga hampir sama dengan para lelaki non-Muslim lainnya.


Ketika hari raya agama, seperti Natal dan Lebaran Muslim, hampir seluruh warga Bosnia merayakannya. Tak peduli dia Muslim atau bukan. Anak-anak Bosnia juga terbiasa dengan tradisi barat, seperti Valentine, April Mop, tahun baru, Halloween, dan sejenisnya. Sementara, shalat tak lagi dilakukan.


Muslim Bosnia--seperti Muslim Indonesia yang hijrah dari kepercayaan awalnya Hindu, Buddha, dan animisme--berasal dari pengikut Bogomil, pewaris keturunan Heretis. Keyakinan ini lenyap setelah Islam dari Ottoman Turki masuk dan menawarkan persamaan derajat. Sementara, Bosnia sendiri beridentitas sebagai penduduk mayoritas Muslim, pascaterpecahnya negara federal Yugoslavia (Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro, dan Makedonia) pada 1990.


Di tengah keterlenaan mendalam umat Muslim Bosnia terhadap gaya hidup sekularisme dan toleransi agama yang berlebihan, bangsa Serbia yang mayoritas memeluk Kristen Ortodoks menyimpan api dalam sekam. Dengan dalih penyatuan kembali Yugoslavia dalam Republik Srpska, Serbia melakukan pembantaian terhadap Bosnia dan/atau pemeluk Islam.


Sejarah mencatat aksi Serbia kepada umat Muslim Bosnia itu sebagai genosida terbesar pada masa modern. Pembunuhan dilakukan secara sistematis. Tujuannya menghapus sebuah bangsa dan etnik. Sekuler dan bergaya non-Muslim tak menyelamatkan Muslim Bosnia. Mereka dilenyapkan dan dibantai karena menyandang identitas agama Islam. Di atas kertas, Komisi Federal Bosnia untuk Orang Hilang mencatat ada 8.373 lelaki dan remaja Muslim Bosnia yang dibunuh dan terbuang dalam ratusan kuburan massal. Pada Juli 2012, 6.838 nama korban teridentifikasi dari galian kuburan massal. 


Zlatan Filipovic, gadis 13 tahun (saat mulai peperangan) yang selamat dari pembantaian yang berlangsung hingga 1995 tersebut menulis kesaksiannya. Muslim Bosnia yang tadinya tidak begitu memedulikan nilai-nilai Islam tersentak kaget mendapat serangan yang dimulai pada April 1992.

Teman, saudara, dan anggota keluarga yang beragama lain yang tadinya akrab, natalan bersama, dan merayakan Valentine bersama, kini meninggalkan mereka, bahkan berbalik menyerang dan membunuh mereka bersama tentara Serbia.

Di tengah-tengah puing bangunan yang hancur terdengar desingan peluru yang menggema, ledakan mortir, dan tangis pilu wanita Muslim korban pemerkosaan. Dalam kegetiran, Muslim Bosnia mulai sadar dan kembali kepada identitas keislaman mereka. Kesadaran muncul. Kaum perempuan kembali menggunakan kerudung, para lelaki sambil menenteng senjata untuk bertahan mulai kembali melakukan shalat. Azan mulai bergema di sela-sela gedung yang roboh. Kitab suci Alquran yang telah lama tersimpan di lemari-lemari dibuka kembali. Namun, mereka terlambat. Mereka sedang diburu peluru dan ujung belati yang haus darah Muslim.


Gempuran yang terjadi membuat Muslim Bosnia harus mengungsi ke kamp-kamp pengungsian. Srebrenica menjadi salah satu kamp terbesar. PBB menyatakan Srebrenica sebagai zona aman bagi pengungsi. Namun, zona itu hanya dijaga oleh 400 penjaga perdamaian dari Belanda, versi lain bahkan menyatakan hanya 100 personel. Tidak ada yang menjamin nyawa Muslim yang mengungsi aman.


Medan pembantaian terbesar umat Muslim abad modern ini bahkan membuat Indonesia tersentak. Pada awal Maret 1995, Presiden Soeharto dan rombongan terbang langsung ke Eropa dan merangsek ke wilayah yang membara, Sarajevo. Memimpin negara Muslim terbesar menjadikan Soeharto melakukan operasi "berani mati" walau PBB menyatakan tak bisa menjamin keamanan kunjungannya.


Pada 6 Juli 1995, pasukan Serbia mulai menggempur pos-pos tentara Belanda di Srebrenica dan berhasil memasuki Srebrenica lima hari setelahnya. Anak-anak, wanita, dan orang tua berkumpul di Potocari untuk mencari perlindungan dari pasukan Belanda. Pada 12 Juli, pasukan Serbia mulai memisahkan laki-laki berumur 12-77 tahun. Mereka dibawa dengan dalih untuk interogasi. Sehari setelah itu, pembantaian terjadi di gudang dekat Desa Kravica.


Malang tak terbendung. Kabar yang berembus menyebut 5.000 Muslim Bosnia yang berlindung diserahkan kepada pasukan Serbia karena Belanda meninggalkan Srebrenica. Muslim Bosnia pun sendirian di antara negara-negara Eropa yang hebat.


Dalam waktu lima hari, 8.000 orang terbunuh di Srebrenica. NATO turun tangan setelah pembantaian, memaksakan perdamaian yang sangat terlambat. Di Sarajevo, 11 ribu orang dibantai tanpa ampun selama tiga tahun penyerangan. Diperkirakan, keseluruhan korban perang Bosnia mencapai 100 ribu orang.


Sesuai dengan Kesepakatan Dayton tahun 1995, keutuhan wilayah Bosnia dan Herzegovina ditegakkan. Namun, negara tersebut dibagi dalam dua bagian: 51 persen wilayah gabungan Muslim-Kroasia (Bosnia dan Herzegovina) dan 49 persen Serbia. PBB juga berjanji mengadili para penjahat perang dalam serangan yang kemudian disebut genosida pertama di dunia. Mantan presiden Republik Srpska (Serbia) Radovan Karadzic ditangkap pada 21 Juli 2008. Tiga bulan lalu, 23 Maret 2016, Karadzic diganjar 40 tahun penjara oleh International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY). Dia terbukti bersalah atas pembantaian 8.000 Muslim Bosnia.


"Karadzic juga melakukan kejahatan kemanusiaan lain selama Perang Bosnia 1992-1995,'' demikian bunyi amar putusan ICTY. Sementara, pemimpin serangan Srebrenica, Jenderal Ratko Mladic, ditangkap pada Mei 2011. Kini dia sedang diadili di Mahkamah Internasional.


Pembantaian Muslim Bosnia dengan dalih penyatuan negara menjadi pelajaran bagi umat Islam di luar semenanjung Arab, khususnya Indonesia. Cerita pilu yang mendera Bosnia sepatutnya mengingatkan Indonesia agar tidak terlena dalam penghambaan pada sekulerisme. Sebab, sekulerisme memiliki banyak wajah. Salah satunya adalah untuk menghilangkan warna, pengaruh, dominasi, dan hak-hak yang mayoritas.


Ketika Muslim mayoritas lemah karena krisis identitas, akan sangat mudah dipecah dan diadu domba. Di Indonesia sendiri, upaya agar Muslim meninggalkan identitas agama dalam kehidupan berbangsa dan negara telah ada sejak dulu. Belakangan, gerakan itu mulai tampak di permukaan dengan sangat masif dan sistematis, bahkan oleh lembaga legal sekali pun. Karena itu, jangan heran jika ada Muslim yang sangat ngotot menghina agamanya demi membela kebebasan versinya.


Jangan heran jika ada Muslim yang ikut menghina ulamanya hanya karena ulama tersebut tak sepaham dengannya. Tidak heran jika banyak Muslim tak suka dengan tulisan-tulisan yang membahas penolakan Islam terhadap sekularisme. Inilah yang terjadi di Indonesia masa kini, negara yang masih dihuni oleh mayoritas umat Islam.


Sementara, tidak ada yang salah dalam toleransi, sepanjang yang diberi toleransi tidak berlebihan, apalagi sampai menindas yang memberi toleransi. Di al-Ludd (kini Tel Aviv), Palestina pada 1903, beberapa Yahudi datang menawarkan persaudaraan dan hidup damai dengan warga Arab dan Palestina.


Namun, hari-hari setelah deklarasi berdirinya Negara Israel pada 1948 oleh Eropa, warga Yahudi berubah menjadi buas bersama kedatangan para tentara Israel. Juli 1948, warga Arab Palestina dibantai, termasuk ribuan orang yang dimasukkan ke dalam masjid kemudian diberondong dengan peluru antitank.


Malamnya, sekitar 35 ribu orang Arab Palestina berduyun-duyun meninggalkan kota kelahiran mereka, yang kemudian menjadi pusat pembantaian berikutnya: Tel Aviv. Hari berganti, warga Yahudi datang dengan gelombang eksodus setiap saat. Jadilah Palestina yang terjajah hingga saat ini. Sederhana, tapi sangat ekstrem dan kejam.


Dunia juga mencatat betapa kejam perlakuan kepada pemeluk Islam yang menjadi minoritas. Hanya PBB dan bantahan dari Myanmar sendiri yang menyatakan pembunuhan terhadap Muslim Rohingya bukan sebuah genosida. Jauh dari itu, kenyataan menceritakan bagaimana genosida dilakukan dengan cara brutal dan terbuka oleh Buddha Myanmar kepada Rohingya yang tak berdaya.


Belajar dari Muslim Bosnia yang mayoritas, saat ini mereka menjadi lebih agamais. Di tengah toleransi, perbedaan, dan kerukunan antarumat beragama, mereka tetap memperhatikan nilai-nilai Islam sebagai identitasnya. Kenyataan pahit 1992-1995 telah mengajarkan kepada mereka bagaimana dunia berdetak, bahwa keburukan hanya beberapa helai di balik kebaikan.


Kini Muslim Bosnia tak lagi merayakan tahun baru. Mereka lebih banyak menjaga diri dari melecehkan akidah Islam. Meski begitu, Bosnia tetap menjadi satu-satunya tempat di Eropa, di mana terdapat gereja, masjid, dan sinagoge yang berdiri berdampingan.


Mungkin 1,8 juta Muslim Bosnia mulai sadar bahwa apa yang dikatakan menantu Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib, "Kejahatan yang terorganisasi akan mampu mengalahkan kebaikan yang tak terorganisasi," benar adanya. Wallahualam.

Sumber: Republika Online
11:18 | 0 comments | Read More

Ramadhan Sebentar Lagi Akan Berlalu

“…Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” (Al-Munafiqun [63]: 10)
Makna Ayat
Ayat di atas termaktub dalam surah al-Munafiqun. Surah ini tergolong surah Madaniyah dan terdiri dari sebelas ayat. Menilik nama surah, jelas tergambar jika surah ini khusus bercerita tentang keadaan orang-orang munafik. Mulai dari karakter dasar, kebiasaan hingga penyesalan mereka di hari akhirat kelak. Bagi orang beriman, penyebutan sifat-sifat mereka tentu tak sekadar sebagai pengetahuan saja. Tapi yang penting adalah mengambil pelajaran dari mereka.
Saat ini, kita masih berada dalam genggaman bulan Ramadhan. Sebuah bulan yang sarat akan torehan-torehan monumental yang menandai kemenangan kaum Muslimin. Ibadah puasa sesungguhnya kesempatan untuk melakukan perubahan secara mendasar dalam kehidupan pribadi Muslim maupun masyarakat Islam. Betapa tidak, begitu banyak peluang yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya di bulan ini.
Ramadhan bulan yang sangat kondusif untuk memulai hidup baru. Ibarat ulat yang menjijikkan dan memakan segala daun, melalui puasa ia mampu mengubah diri menjadi kupu-kupu yang indah dan menarik hati setiap orang yang memandang. Hanya orang-orang yang benar-benar keterlaluan saja yang tidak tertarik dengan momentum ini.
Berbagai prestasi gemilang dicapai umat Islam di bulan Ramadhan. Perang Badar terjadi di bulan Ramadhan tahun 2 H, dimenangkan umat Islam justru ketika pasukan mereka hanya berjumlah 313 orang melawan pasukan kafir Quraisy. Perang Badar merupakan tonggak penting bagi tegaknya Daulah Islamiyah yang berpusat di Madinah.
Pada tahun 5 H, kaum Muslimin melakukan persiapan perang Khandaq di bulan Ramadhan dengan menggali parit mengelilingi kota Madinah. Peperangan terjadi di bulan Syawal di tahun yang sama dan dimenangkan kaum Muslimin.
Pada Ramadhan tahun 8 H, terjadi Fathul Makkah (pembebasan kota Makkah). Rasulullah menyiapkan lebih dari 10.000 pasukan untuk mengepung Makkah, sampai akhirnya dibebaskan tanpa pertumpahan darah.
Setahun berikutnya, peristiwa perang Tabuk juga terjadi di bulan Ramadhan. Kedatangan umat Islam membuat pasukan Imperium Romawi ketakutan dan lari kocar-kacir tanpa berani melakukan perlawanan.
Kemenangan demi kemenangan itu dicapai umat Islam pada Ramadhan, pada saat mereka dalam kondisi lapar dan dahaga, tetapi jiwa mereka segar bugar. Dari peristiwa-peristiwa itu kita meyakini bahwa sesungguhnya Ramadhan memberi energi yang luar biasa untuk melakukan revolusi dalam diri maupun masyarakat Islam.
Kalau kita bandingkan dengan kondisi umat Islam saat ini, muncul pertanyaan serius, apa yang telah didapatkan umat Islam dari puasa yang telah dijalani dan dilalui setiap tahun. Bukankah mereka adalah para alumni Ramadhan setiap tahunnya? Perubahan apa yang mereka dapatkan?
Sepintas perubahan itu ada pada kehidupan umat Islam di bulan Ramadhan. Di awal-awal Ramadhan, kita mendapati masjid-masjid yang mendadak ramai dengan jamaah. Di sana-sini ada perlombaan tilawah al-Qur`an. Tak mau kalah, stasiun televisi juga berlomba-lomba menyajikan acara spesial bertajuk Ramadhan. Tak ketinggalan para elit pejabat tergerak untuk menyelenggarakan shalat Tarawih di rumah dinasnya, mengadakan buka bersama dengan anak-anak yatim dan orang-orang miskin, juga umroh bersama keluarga. Tetapi ketika Ramadhan berlalu, maka berlalu juga segala aktivitas ibadah itu. Pelan-pelan kembali kepada kondisi semula. Allah Ta’ala yang ditaati di bulan Ramadhan, diingkari di bulan-bulan yang lain.
Ada beberapa hal yang patut dikoreksi dari cara pandang, sikap, serta praktek yang dilakukan umat Islam dalam menjalani ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan para ulama terdahulu begitu memuliakan bulan Ramadhan. Mereka menangisi kepergian Ramadhan sebagaimana dulu mereka menyambut gembira kedatangan tamu agung tersebut.
Bagaimana Rasulullah menjalani hari-hari di bulan Ramadhan? Bagi Rasulullah dan para sahabat, Ramadhan adalah bulan yang sangat berharga sehingga mereka tidak melewatkan setiap detiknya tanpa melakukan ibadah dan amal saleh. Mereka menghiasi siang dan malamnya dengan shalat, berinteraksi dengan al-Qur`an, zikir, doa, menuntut ilmu dan mengajarkannya, bersedekah, bekerja keras dan berjihad. Tidak ada waktu yang berlalu sia-sia.
Jangan Sia-siakan Ramadhan
Kini, kita lihat keadaan umat Islam. Di bulan ini, dengan alasan berpuasa masih banyak umat Islam yang mengisi siang harinya dengan bermalas-malasan, memperbanyak tidur, dan melakukan aktivitas sia-sia bahkan maksiat. Orang lebih senang menghabiskan waktu sepanjang hari dengan menonton televisi, main video game dan internet, main kartu, memancing, dan sebagainya. Menjelang buka puasa berbagai acara hiburan digelar, mulai dari konser musik sampai kebut-kebutan. Bahkan ada yang memanfaatkannya untuk berjudi. Malam harinya diisi dengan begadang dan mengobrolkan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Yang paling memprihatinkan adalah ketika memasuki sepuluh hari terakhir. Masjid-masjid mulai sepi, sebaliknya pusat-pusat perbelanjaan ramai dikunjungi orang. Ibu-ibu rumah tangga disibukkan dengan berbagai persiapan menyambut lebaran. Belanja pakaian dan bahan-bahan makanan. Aktivitas transportasi darat, laut, dan udara padat luar biasa. Mereka berdesak-desakan menghabiskan waktu di jalan-jalan, terminal, stasiun kereta api, bandara, dan pelabuhan. Sudah hilang konsentrasi untuk menjalani hari-hari akhir Ramadhan.
Padahal, itulah saat-saat yang paling menentukan keberhasilan ibadah Ramadhan kita. Inilah hari-hari yang ditangisi oleh Nabi dan para sahabat karena Ramadhan segera berlalu. Inilah saat-saat Rasulullah dan para sahabat berburu lailatul qadar, dengan bangun malam, shalat, zikir, membaca al-Qur`an dan tidak tidur kecuali sedikit saja. Rasulullah dan para sahabat ber-i’tikaf, berdiam diri di masjid, konsentrasi penuh untuk menjalankan berbagai aktivitas ibadah.
Ramadhan adalah anugerah untuk kita. Mari kita manfaatkan waktu yang tersisa ini sebaik-baiknya. Tengoklah penyesalan orang-orang yang telah dipanggil kembali oleh Allah, seperti diceritakan ayat di atas. Mereka ingin kembali ke dunia walaupun hanya sesaat. Mereka ingin waktu sebentar saja untuk menebus segala kelalaian seumur hidup.
Mumpung masih ada waktu, jangan sia-siakan Ramadhan kita. Tanpa Ramadhan, terlalu berat bagi kita untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan kita sebelas bulan kemarin. Mari kita bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan kita di tahun-tahun yang lalu. Tak lupa kita berdoa semoga Allah memanjangkan umur kita sehingga bisa berjumpa kembali dengan Ramadhan tahun depan dan kita berharap bisa mempersiapkan diri agar lebih baik lagi. 
Oleh Shohibul Anwar, Ketua Departemen Dakwah DPP Hidayatullah SUARA HIDAYATULLAH, SEPTEMBER 2010
10:57 | 0 comments | Read More