Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 3
Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Monday, October 1, 2012 | 11:07
Snouck menegaskan bahwa Islam harus dianggap sebagai faktor negatif karena dialah yang menimbulkan semangat fanatisme agama di kalangan Muslimin. Pada saat yang sama, Islam membangkitkan rasa kebencian dan permusuhan rakyat Aceh terhadap Belanda. Jika dimungkinkan "pembersihan" ulama dari tengah masyarakat, Islam takkan lagi punya kekuatan di Aceh. Setelah itu, para tokoh-tokoh adat bisa menguasai dengan mudah.
Bagian kedua laporan ini adalah usulan strategis soal militer. Snouck mengusulkan dilakukannya operasi militer di desa-desa di Aceh untuk melumpuhkan perlawanan rakyat yang menjadi sumber kekuatan ulama. Bila ini berhasil, terbuka peluang untuk membangun kerjasama dengan pemimpin lokal.
Perlu disebut di sini bahwa Snouck didukung oleh jaringan intelijen/mata-mata dari kalangan pribumi. Cara yang ditempuh sama dengan yang dilakukannya di Saudi dulu, yaitu membangun hubungan dan melakukan kontak dengan warga setempat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Orang-orang yang membela dan membantunya baik dari tokoh/aktifis/umat muslim berasumsi bahwa Snouck saat itu adalah seorang saudara seagama yang sedang berjuang membela Islam. Dalam suatu korespondensinya dengan ulama Jawa, Snouck menerima surat yang bertuliskan "Wahai Fadhilah Syekh Allamah Maulana Abdul Ghaffar, sang mufti Negeri Jawa."
Lebih aneh lagi, Snouck menikah dengan putri seorang kepala daerah Ciamis, Jawa Barat pada tahun 1890. Dari pernikahan ini ia memperoleh empat anak: Salamah, Umar, Aminah, dan Ibrahim.
Akhir abad 19 ia menikah lagi dengan Siti Saidah, putri Khalifah Apo, seorang ulama besar di Bandung. Anak dari pernikahan ini bernama Raden Yusuf. Luar biasa memang, orang disekelilingnya, baik mertua, istri, anak-anaknya dan orang-orang disekeliling yang lainnya, PASTI semua orang-orang yang ada dekat denganya menyatakan dengan penilaian mereka sehari-hari, mustahil Snouck hanya berpura-pura masuk islam. Jika saat ini ada pihak yang menyatakan lain, maka sudah pasti akan jadi musuh bersama orang islam lainnya.
Snouck melakukan surat menyurat dengan gurunya Theodor Noeldekhe, seorang orientalis Jerman terkenal. Dalam suratnya, Snouck menegaskan bahwa keislaman dan semua tindakannya adalah permainan untuk menipu orang Indonesia demi mendapatkan informasi. la menulis, "Saya masuk Islam hanya pura-pura. Inilah satu-satunya jalan agar saya bisa diterima masyarakat Indonesia yang fanatik."
Temuan lain Koenings Veld dalam surat Snouck mengungkap bahwa ia meragukan adanya Tuhan. Ini terungkap dari surat yang ia tulis pada pendeta Protestan terkenal, Herman Parfink, yang berisi, "Anda termasuk orang yang percaya kepada Tuhan. Saya sendiri ragu pada segala sesuatu."
Dr. Veld berkomentar tentang aktivitas Snouck sebagai berikut. "la berlindung di balik nama 'penelitian ilmiah dalam melakukan aktivitas spionase, demi kepentingan penjajah." Veld yang merupakan peneliti Belanda yang secara khusus mengkaji biografi Snouck menegaskan bahwa dalam studinya terhadap masyarakat Aceh, Snouck menulis laporan ganda. la menuliskan dua buku tentang Aceh dengan satu judul, namun dengan isi yang bertolak belakang.
Dari laporan ini, Snouck hidup di tengah masyarakat Aceh selama tiga puluh tiga bulan dan ia pura-pura masuk Islam. Dalam rentang waktu itu, ia menyaksikan budaya dan watak masyarakat Aceh sekaligus memantau peristiwa yang terjadi. Semua aktivitasnya tak lebih dari pekerjaan spionase dengan mengamati dan mencatat.
Sebagai hasilnya ia menulis dua buku: pertama, berjudul Aceh, memuat laporan ilmiah tentang karakteristik masyarakat Aceh dan buku ini diterbitkan. Buku ini bernada membela islam dan rakyat aceh. Akan tetapi, pada saat yang sama, ia juga menulis laporan rahasia untuk pemerintah Belanda berjudul "Kejahatan, Aceh." Buku ini memuat alasan-alasan memerangi rakyat Aceh.
Dua buku ini bertolak belakang dari sisi materi dan prinsipnya. Buku ini menggambarkan sikap Snouck yang sebenarnya. Di dalamnya, Snouck mencela dan merendahkan masyarakat dan agama rakyat Aceh. Laporan ini bisa disebut hanya berisi cacian dan celaan sebagai provokasi penjajah untuk memerangi rakyat Aceh.
Komentar tentang aktivitas spionase Snouck Hurgronje pada masa penjajahan juga muncul dari cendekiawan putra Aceh, yaitu Prof. A. Hasymi. la menuIis, "Belanda mulai memerangi Aceh dalam upaya menguasai daerah jajahannya sejak 1873. Perang berlangsung selama dua puluh tahun, namun tentara Belanda tak berhasil menaklukkan rakyat Aceh. Belanda menghadapi perlawanan rakyat yang sengit dalam tiap pertempuran. Rahasia perlawanan ini adalah padunya ulama dan pemimpin setempat. Snouck sangat paham hal ini dan melihat Islam sebagai penggerak paling kuat dalam jiwa kaum Muslim."
Snouck ingin menyerang dan meruntuhkan perlawanan ini dari akarnva. la belajar Islam, datang ke Mekah, dan pura-pura masuk Islam. Bahkan, untuk tujuan busuk ini, Snouck memakai nama Abdul Ghaffar.
Sebelumnya : Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 2
Selanjutnya : Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 4
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment