“…Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” (Al-Munafiqun [63]: 10)
Makna Ayat
Ayat di atas termaktub dalam surah al-Munafiqun. Surah ini tergolong surah Madaniyah dan terdiri dari sebelas ayat. Menilik nama surah, jelas tergambar jika surah ini khusus bercerita tentang keadaan orang-orang munafik. Mulai dari karakter dasar, kebiasaan hingga penyesalan mereka di hari akhirat kelak. Bagi orang beriman, penyebutan sifat-sifat mereka tentu tak sekadar sebagai pengetahuan saja. Tapi yang penting adalah mengambil pelajaran dari mereka.
Saat ini, kita masih berada dalam genggaman bulan Ramadhan. Sebuah bulan yang sarat akan torehan-torehan monumental yang menandai kemenangan kaum Muslimin. Ibadah puasa sesungguhnya kesempatan untuk melakukan perubahan secara mendasar dalam kehidupan pribadi Muslim maupun masyarakat Islam. Betapa tidak, begitu banyak peluang yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya di bulan ini.
Ramadhan bulan yang sangat kondusif untuk memulai hidup baru. Ibarat ulat yang menjijikkan dan memakan segala daun, melalui puasa ia mampu mengubah diri menjadi kupu-kupu yang indah dan menarik hati setiap orang yang memandang. Hanya orang-orang yang benar-benar keterlaluan saja yang tidak tertarik dengan momentum ini.
Berbagai prestasi gemilang dicapai umat Islam di bulan Ramadhan. Perang Badar terjadi di bulan Ramadhan tahun 2 H, dimenangkan umat Islam justru ketika pasukan mereka hanya berjumlah 313 orang melawan pasukan kafir Quraisy. Perang Badar merupakan tonggak penting bagi tegaknya Daulah Islamiyah yang berpusat di Madinah.
Pada tahun 5 H, kaum Muslimin melakukan persiapan perang Khandaq di bulan Ramadhan dengan menggali parit mengelilingi kota Madinah. Peperangan terjadi di bulan Syawal di tahun yang sama dan dimenangkan kaum Muslimin.
Pada Ramadhan tahun 8 H, terjadi Fathul Makkah (pembebasan kota Makkah). Rasulullah menyiapkan lebih dari 10.000 pasukan untuk mengepung Makkah, sampai akhirnya dibebaskan tanpa pertumpahan darah.
Setahun berikutnya, peristiwa perang Tabuk juga terjadi di bulan Ramadhan. Kedatangan umat Islam membuat pasukan Imperium Romawi ketakutan dan lari kocar-kacir tanpa berani melakukan perlawanan.
Kemenangan demi kemenangan itu dicapai umat Islam pada Ramadhan, pada saat mereka dalam kondisi lapar dan dahaga, tetapi jiwa mereka segar bugar. Dari peristiwa-peristiwa itu kita meyakini bahwa sesungguhnya Ramadhan memberi energi yang luar biasa untuk melakukan revolusi dalam diri maupun masyarakat Islam.
Kalau kita bandingkan dengan kondisi umat Islam saat ini, muncul pertanyaan serius, apa yang telah didapatkan umat Islam dari puasa yang telah dijalani dan dilalui setiap tahun. Bukankah mereka adalah para alumni Ramadhan setiap tahunnya? Perubahan apa yang mereka dapatkan?
Sepintas perubahan itu ada pada kehidupan umat Islam di bulan Ramadhan. Di awal-awal Ramadhan, kita mendapati masjid-masjid yang mendadak ramai dengan jamaah. Di sana-sini ada perlombaan tilawah al-Qur`an. Tak mau kalah, stasiun televisi juga berlomba-lomba menyajikan acara spesial bertajuk Ramadhan. Tak ketinggalan para elit pejabat tergerak untuk menyelenggarakan shalat Tarawih di rumah dinasnya, mengadakan buka bersama dengan anak-anak yatim dan orang-orang miskin, juga umroh bersama keluarga. Tetapi ketika Ramadhan berlalu, maka berlalu juga segala aktivitas ibadah itu. Pelan-pelan kembali kepada kondisi semula. Allah Ta’ala yang ditaati di bulan Ramadhan, diingkari di bulan-bulan yang lain.
Ada beberapa hal yang patut dikoreksi dari cara pandang, sikap, serta praktek yang dilakukan umat Islam dalam menjalani ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan para ulama terdahulu begitu memuliakan bulan Ramadhan. Mereka menangisi kepergian Ramadhan sebagaimana dulu mereka menyambut gembira kedatangan tamu agung tersebut.
Bagaimana Rasulullah menjalani hari-hari di bulan Ramadhan? Bagi Rasulullah dan para sahabat, Ramadhan adalah bulan yang sangat berharga sehingga mereka tidak melewatkan setiap detiknya tanpa melakukan ibadah dan amal saleh. Mereka menghiasi siang dan malamnya dengan shalat, berinteraksi dengan al-Qur`an, zikir, doa, menuntut ilmu dan mengajarkannya, bersedekah, bekerja keras dan berjihad. Tidak ada waktu yang berlalu sia-sia.
Jangan Sia-siakan Ramadhan
Kini, kita lihat keadaan umat Islam. Di bulan ini, dengan alasan berpuasa masih banyak umat Islam yang mengisi siang harinya dengan bermalas-malasan, memperbanyak tidur, dan melakukan aktivitas sia-sia bahkan maksiat. Orang lebih senang menghabiskan waktu sepanjang hari dengan menonton televisi, main video game dan internet, main kartu, memancing, dan sebagainya. Menjelang buka puasa berbagai acara hiburan digelar, mulai dari konser musik sampai kebut-kebutan. Bahkan ada yang memanfaatkannya untuk berjudi. Malam harinya diisi dengan begadang dan mengobrolkan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Yang paling memprihatinkan adalah ketika memasuki sepuluh hari terakhir. Masjid-masjid mulai sepi, sebaliknya pusat-pusat perbelanjaan ramai dikunjungi orang. Ibu-ibu rumah tangga disibukkan dengan berbagai persiapan menyambut lebaran. Belanja pakaian dan bahan-bahan makanan. Aktivitas transportasi darat, laut, dan udara padat luar biasa. Mereka berdesak-desakan menghabiskan waktu di jalan-jalan, terminal, stasiun kereta api, bandara, dan pelabuhan. Sudah hilang konsentrasi untuk menjalani hari-hari akhir Ramadhan.
Padahal, itulah saat-saat yang paling menentukan keberhasilan ibadah Ramadhan kita. Inilah hari-hari yang ditangisi oleh Nabi dan para sahabat karena Ramadhan segera berlalu. Inilah saat-saat Rasulullah dan para sahabat berburu lailatul qadar, dengan bangun malam, shalat, zikir, membaca al-Qur`an dan tidak tidur kecuali sedikit saja. Rasulullah dan para sahabat ber-i’tikaf, berdiam diri di masjid, konsentrasi penuh untuk menjalankan berbagai aktivitas ibadah.
Ramadhan adalah anugerah untuk kita. Mari kita manfaatkan waktu yang tersisa ini sebaik-baiknya. Tengoklah penyesalan orang-orang yang telah dipanggil kembali oleh Allah, seperti diceritakan ayat di atas. Mereka ingin kembali ke dunia walaupun hanya sesaat. Mereka ingin waktu sebentar saja untuk menebus segala kelalaian seumur hidup.
Mumpung masih ada waktu, jangan sia-siakan Ramadhan kita. Tanpa Ramadhan, terlalu berat bagi kita untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan kita sebelas bulan kemarin. Mari kita bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan kita di tahun-tahun yang lalu. Tak lupa kita berdoa semoga Allah memanjangkan umur kita sehingga bisa berjumpa kembali dengan Ramadhan tahun depan dan kita berharap bisa mempersiapkan diri agar lebih baik lagi.
Oleh Shohibul Anwar, Ketua Departemen Dakwah DPP Hidayatullah SUARA HIDAYATULLAH, SEPTEMBER 2010