Gadis kelahiran Cilegon, Banten, Herayati, membuktikan kekurangan bukanlah penghalang untuk meraih prestasi. Gadis putri seorang tukang becak ini lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan predikat Cumlaude.
Herayati menamatkan pendidikan sarjana di Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) nyaris sempurna yaitu 3,77. Bahkan sat menjalani kuliah semester V, IPK Herayati masuk kategori sempurna, 4,00.
Selama kuliah, Herayati tidak mengandalkan uang dari orangtua. Mahasiswi berprestasi ini mendapatkan beasiswa Bidik Misi.
Herayati mengaku sudah lama ingin kuliah di ITB dengan beasiswa. Dia terinspirasi oleh salah satu alumni di sekolahnya yang bisa kuliah di kampus yang sama tanpa uang pribadi sepeserpen, sepenuhnya dari beasiswa.
" Saya juga ingin berkuliah tanpa membebankan biaya ke orang tua," kata Herayati dikutip dari itb.ac.id, Kamis 26 Juli 2018.
Meski begitu, dia tidak sepenuhnya menggantungkan pembiayaan dari beasiswa. Herayati juga mencari yang tambahan dengan menjadi guru les privat untuk mahasiswa tingkat pertama ITB.
Meski sibuk dengan tugas kuliah dan mengajar, nyatanya Herayati tetap bisa berprestasi. Awal tahun 2017, gadis ini mendapatkan penghargaan dari Dosen FMIPA karena IP yang selalu sempurna sejak semester I sampai semester V.
Tak hanya itu, Herayati juga pernah menjadi delegasi Indonesia dalam Asia Pasific Future Leader Conference 2017 di Kuala Lumpur. Dia merasa sangat bangga menjadi wakil Indonesia.
" Ini salah satu momen yang tak terlupakan selama menjadi mahasiswa karena bertemu dengan orang-orang dari negara lain," ucap Herayati.
Prestasi tersebut membuat Herayati mendapat banyak dana bantuan pendidikan. Beberapa di antaranya seperti dari Pemerintah Kota Cilegon, Kepala Staf Presiden Moeldoko, dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan.
Saat ini, Herayati tercatat sebagai mahasiswi program fast track yang dicanangkan ITB. Program ini memungkinkan seorang mahasiswa menempuh pendidikan S1 sekaligus S2 selama lima tahun.
Herayati berasal Masigit, Kelurahan Kotasari, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, Banten, ini bukan berasal dari keluarga mampu. Dia hanyalah anak dari seorang ayah berprofesi sebagai tukang becak dan ibu yang merupakan ibu rumah tangga biasa.
Mungkin banyak dari mereka kurang bersemangat dalam belajar lantaran kondisi keuangan yang serba kurang. Tetapi, hal itu tidak berlaku bagi Hera, yang diterima kuliah di ITB dengan beasiswa penuh.
Ayah Hera, Sawiri kerap menarik becak di Kecamatan Grogol dengan penghasilan hanya sebesar Rp15.000 perhari. Tentu uang itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk biaya sekolah anak-anaknya.
Meski penghasilan orangtuanya sangat kurang, Hera pantang menyerah. Dia sangat yakin, Allah Maha Kaya.
Semangat itu justru mengantarkan Hera meraih prestasi begitu tinggi. Semua berkat kerja keras yang dia jalani selama ini.
Meski begitu, Hera sempat merasakan kepahitan. Dia pernah tidak lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) hanya karena panitia meragukan nilai rapornya.
" Waktu itu SNMPTN ITB, panitianya tidak percaya kalau nilai saya di rapor besar-besar. Akhirnya, saya ikut tes tertulis dan akhirnya saya diterima," ucap Hera.
Dia menambahkan, semangatnya belajar terinspirasi dari perjuangan pantang menyerah kedua orangtuanya dalam menjalani hidup. Dia ingin orangtuanya bisa hidup lebih baik.
" Saya ingin mengubah hidup orangtua saya dan ingin membangun daerah kelahiran saya," tutur Hera.
Capaian yang ditorehkan Hera membuat sang ayah, Sawiri, bangga. Dia sampai menitikkan airmata saat Hera dinyatakan lulus dari ITB dengan predikat Cumlaude.
" Saya tidak bisa berbuat banyak selain berdoa kepada Allah untuk kesuksesan Hera," kata Sawiri.
Sumber: dream.co.id
19:24 | 0
comments | Read More