Setelah hampir seminggu menurunkan tim pencari fakta, Komite Umat
untuk Tolikara Papua (Komat Tolikara) akhirnya Jumat siang (31/07/2015)
mengeluarkan temuannya.
Komat menemukan fakta, adanya surat dari Gereja Injili Di Indonesia
(GIDI) Badan Pekerja Wilayah Toli bernomor 90/SP/GIDI-WT/VII/2015 yang
ditandatangani oleh Ketua Wilayah Toli, Pdt Nayus Wenda, S.Th dan
Sekretaris, Pdt Marthen Jingga S.Th, MA dengan tembusan Polres Tolikara.
Dalam surat yang ditujukan kepada umat Islam se-Kabupaten Tolikara
GIDI memberitahukan adanya kegiatan Seminar dan Kebaktian Kebangkitan
Ruhani (KKR) Pemuda Geraja Injili Di Indonesia (GIDI) tingkat
Internasional pada tanggal 13-19 Juli 2015.
Surat itu juga berisi poin-point LARANGAN kepada umat Islam:
* Acara membuka lebaran tanggal 17 Juli 2015, kami tidak mengijinkan
dilakukan di wilayah Kabupaten Tolikara, “ demikian diantara larangan
GIDI.
* GIDI membolehkan umat Islam merayakan hari raya di luar Kabupaten Tolikara (Wamena) atau Jayapura.
* Selain itu, GIDI juga melarang muslimah memakai pakai Yilbab (jilbab, red).
Di bawah ini kronologi temuan Komite Umat untuk Tolikara Papua (Komat Tolikara) yang dibacakan Fadhlan Rabbani Garamatan.
Senin, 13 Juli 2015
1. Selembar surat ditemukan oleh anggota intel Polres, Bripka Kasrim
yang tengah berada di Pos Maleo. Surat tersebut berasal dari Gereja
Injili Di Indonesia (GIDI) Badan Pekerja Wilayah Toli dengan nomor surat
90/SP/GIDI-WT/VII/2015 yang ditandatangani oleh Ketua Wilayah Toli, Pdt
Nayus Wenda, S.Th dan Sekretaris, Pdt Marthen Jingga S.Th, MA dengan
tembusan Polres Tolikara. Surat yang ditujukan kepada umat Islam
se-Kabupaten Tolikara ini memberitahukan adanya kegiatan Seminar dan
Kebaktian Kebangkitan Ruhani (KKR) Pemuda Geraja Injili Di Indonesia
(GIDI) tingkat Internasional pada tanggal 13-19 Juli 2015.
Dalam surat itu juga berisi poin-point LARANGAN yang kami tulis sebagaimana aslinya, sebagai berikut:
* Acara membuka lebaran tanggal 17 Juli 2015, kami tidak mengijinkan dilakukan di wilayah Kabupaten Tolikara
* Boleh merayakan hari raya di luar Kabupaten Tolikara (Wamena) atau Jayapura.
* Dilarang Kaum Muslimat memakai pakai Yilbab (jilbab, red).
2. Anggota intel, Bripka Kasrim memfoto surat, kemudian melaporkan
melalui alat telekomunikasi handy talky kepada Kapolres Tolikara saat
itu, AKBP Soeroso, SH, MH tentang adanya surat tersebut. Foto surat itu
pun dikirimkan kepada Kapolres, dan Kapolres langsung mencetak foto
tersebut.
3. Selanjutnya, Kapolres melalui telepon menghubungi Bupati Tolikara,
Usman Wanimbo. Saat komunikasi itu, diketahui Bupati sedang berada di
Jakarta, dan baru akan kembali ke Tolikara pada keesokan harinya (14/7).
Namun, Kapolres tetap menyampaikan perihal isi surat tersebut dengan
membacakannya.
Menanggapi informasi itu, menurut Kapolres, Bupati menyampaikan, “Itu
tidak betul! Saya akan telepon ketua GIDI wilayah Tolikara. Saya akan
minta itu (surat) dicabut atau diralat.”
Lalu, Kapolres menyatakan, “Itu yang saya mau, karena itu akan menimbulkan keresahan umat Islam.”
4. Kapolres juga menghubungi Presiden GIDI, Pdt.Dorman Wandikbo, S.Th
di Jayapura, melalui telepon. Komunikasi melalui telepon itu direkam
oleh Kapolres. Menanggapi informasi dari Kapolres, berikut ini kutipan
tanggapan Presiden GIDI dalam rekaman yang kurang jelas suaranya itu,
“Pak Kapolres, nanti saya akan berkordinasi dengan adik-adik ….”
Kapolres kembali menyatakan, “Jadi izin Bapak, untuk pengamanannya
kami sudah siap mengamankan seluruh kegiatan GIDI maupun kegiatan
lebaran. Jadi kami sudah siapkan pengamanan, TNI dan Polri akan
bersama-sama agar kegiatan ini aman kondusif dan lancar tanpa hambatan.
Kedua, saya juga sudah lapor Pak Bupati. Pak Bupati sependapat dengan
Presiden GIDI, nanti Pak Bupati akan tiba di Tolikara lagi. Saya harap
agar tidak menimbulkan keresahan bagi warga Muslim, mohon ditinjau
kembali dan dicabut agar tidak menimbulkan permasalahan. Terutama
masalah SARA, Pak Presiden.”
Presiden GIDI juga mengatakan. “Saya akan telepon Pak Bupati
sebentar, saya juga akan telepon Pak Nayus, dan juga adik sekretaris.
Saya akan telepon mereka, Bapak. Sekali lagi itu anak-anak emosional,
saya sampaikan permohon maaf. Cukup Bapak saja tidak usah sampaikan
kepada teman-teman Muslim yang lain. Itu sangat tidak sehat, dan kurang
sehat untuk surat itu. Saya pesan begitu”
Kapolres menyatakan, “Baik, itu hanya akan di tangan saya saja. Nanti tokoh-tokoh Muslim nanti akan saya panggil juga.”
Rabu, 15 Juli 2015
1. Kapolres kembali melakukan komunikasi dengan Bupati dan Presiden
Geraja Injili Di Indonesia (GIDI), karena pada siang hari itu akan ada
acara pembukaan Seminar dan KKR. Namun Kapolres tidak mengikuti acara
pembukaan, karena ada perang suku di Kampung Panaga, Tolikara. Kapolres
berangkat ke lokasi perang suku itu bersama Bupati dan Ketua DPRD Kab
Tolikara.
2. Pada malam harinya, Kapolres yang mendapat kabar ada peresmian
monumen Geraja Injili Di Indonesia (GIDI) di bagian atas Tolikara. Dalam
acara peresmian monumen itu, Muspida yang hadir hanya Kapolres.
Kehadiran Kapolres saat itu hanya ingin menegaskan kepada Presiden GIDI
agar tidak terjadi gejolak. “Pak, saya ingatkan kembali tanggal 17 Juli,
umat Islam akan melaksanakan Idul Fitri. Masalah surat kemarin agar
ditindaklanjuti.”
Kepada Kapolres, Presiden Geraja Injili Di Indonesia (GIDI) dengan
tegas menyatakan dan menjamin shalat Idul Fitri. “Iya gak apa-apa, Pak
Kapolres. Silakan dilanjutkan.”
Pak Kapolres membalas, “Pak mohon ijin, masalah surat kemarin itu agar ditindaklanjuti.”
Kapolres juga menyatakan, bahwa ada ada orang asing yang datang,
yaitu dari perwakilan Israel, Belanda, dan Papua Nugini (untuk
menghadiri KKR).*
Kamis, 16 Juli 2015
- Sore hari, Kapolres menelepon Presiden GIDI lagi, namun tidak
diangkat. Lalu mengirimkan pesan singkat yang isinya : Mohon ijin saya
telepon, mohon diangkat. Baru dijawab 30 menit kemudian, namun saat
dihubungi telepon tidak terangkat. Dan hanya membalas dengan SMS, “Maaf
Bapak, saya sedang di lapangan.”
- Akhirnya, Kapolres mengirim pesan singkat: “Bapak ijin mengingatkan
kembali bahwa besok shalat Idul Fitri mulai dari 06.30 – 07.30.”
Presiden GIDI menjawab pesan singkat itu: “Baik Bapak, terima kasih.
Selama melaksanakan shalat, Tuhan memberkati.”
- Malam hari, sebelum ada pengumuman isbat 1 Syawal, Kapolres
mendatangi masjid sekitar pukul 19.30 WITA, kesepakatan para pengurus
pelaksanaan shalat dilaksanakan di halaman Markas Koramil, karena masjid
hanya menampung 100 orang jamaah, sedangkan jamaah shalat diperkirakan
300 orang. Kapolres juga menyatakan siap memberikan pengamanan selama
shalat Ied.
- Arkam Jalil, salah seorang warga Muslim mengaku pada malam itu belum
mendapat kepastian perihal diadakan shalat Id. Berkaitan dengan adanya
surat edaran dari GIDI yang sudah beredar di tengah masyarakat.
Jum’at, 17 Juli 2015
- Pukul 7 pagi, shalat Idul Fitri dimulai. Sebelum itu, Kapolres yang
duduk di belakang imam shalat Id, Junaedi, agar pelaksanaan shalat Ied
harus sudah selesai pukul 07.30 WIT.
- Konsentrasi massa sudah mulai berkumpul di 3 titik yang mengarah ke
lokasi shalat Id. Pertama, depan kantor BPD. Kedua, dari arah Jalan
Irian yang akan masuk melalui jalan samping Markas Koramil. Ketiga, Jl
Gili Batu yang berada di bawah Markas Koramil.
- Lettu Inf TNI Wahyudi Hendra, Komandan Pos Pengamanan Daerah Rawan
(Pos Pam Rawan) mengaku, pada takbir kedua sudah mendengar suara massa
yang memprovokasi dengan melempar atap seng kios dan teriakan-teriakan
hentikan shalat. Mendengar itu, Lettu Wahyudi langsung meninggalkan
shalat sambil mengajak pasukan lainnya yang tengah shalat. Wahyudi
langsung memerintahkan memperkuat anggota TNI yang tengah berjaga
bersama Brimob dan anggota polisi Polres.
- Sementara itu, Kapolres meninggalkan shalat saat takbir ke-7. Bahkan
Kapolres meminta agar Imam menghentikan Shalat. “Pak Ustadz, sudah
hentikan nggak usah dilanjutkan.” Kapolres langsung balik kanan dan
langsung menugaskan anggota polisi untuk mengamankan ibu-ibu dan
anak-anak ke belakang kantor Koramil.
Dalam penuturan yang sama, Kapolres dan
Komandan Pos Pam Rahwan, mendengarkan adanya teriakan massa,
“Hentikan…bubarkan …” diiringi lemparan batu, seng, dan kayu ke arah
jamaah yang makin riuh.
Menurut Kapolres, massa yang pertama
mendesak masuk dari titik pertama berjumlah 150 orang. Massa dari titik
ini melakukan penyerangan pelemparan batu. Kapolres bersama 10 orang
petugas gabungan dari Polisi, Brimob, dan TNI mencoba menghalau massa
sambil bernegosiasi dengan massa. “Saya Kapolres, mohon jangan
melempar.” Massa berhasil dihalau.
Sementara, massa dari titik kedua mulai
merangsek masuk jalan samping Koramil. Kapolres beranjak ke titik massa
kedua, “Dikhawatirkan massa itu akan menerobos masuk ke arah lapangan
Koramil.” Kapolres kembali melakukan negosiasi dengan memegang megaphone
yang dibawa oleh massa yang ingin menghentikan shalat Ied. “Saya
Kapolres, saya sudah koordinasi dengan Bupati dan Presiden GIDI.”
Saat negosiasi itu, terdengar suara
letusan tembakan. Kapolres beranjak dari titik kedua menuju titik massa
pertama untuk mencari sumber suara tembakan. Namun, gelombang massa
titik pertama ini kian besar diperkirakan Kapolres mencapai 500 orang.
Sementara di saat yang sama, kepulan asap sudah meninggi dari arah kios
milik Pak Sarno yang juga ketua DKM Baitul Muttaqin yang berjarak
sekitar 20 meter dari masjid.
Hal ini dibenarkan Pak Sarno, Ketua Dewan
Kemakmuran Masjid Baitul Muttaqin yang ditemui TPF, “Titik pertama
memang berada di kios saya. Itu pun sebenarnya, aksi pembakaran itu
sudah dihalau oleh tokoh tua GIDI.”
Kapolres yang masih menghalau gelombang massa di titik pertama
mengaku mendapatkan pukulan di dada kiri. Bahkan, Kapolres menyaksikan,
Bupati yang datang menghalau massa itu diabaikan, bahkan sempat
terdorong desakan massa. Setelah itu, Kapolres mengaku tak lagi melihat
keberadaan Bupati.
Menurut Kapolres, kebakaran yang menghanguskan 64 kios di tanah
(Informasi dari Panitia Pemulihan Tolikara) seluas sekitar 4000 m2 itu
berlangsung selama 2 jam. Setelah kejadian itu, Kapolres mengaku
mendapatkan informasi ada korban luka tembak yang dibawa ke rumah sakit
di Wamena.
Tentang luka tembak ini, berdasarkan berita yang dimuat di koran
Cenderawasih Pos, 29 Juli 2015. Keterangan dari dokter menyatakan, luka
tembak pada korban itu berasal dari pecahan proyektil ditembakkan ke
bawah (richocet).*
Sumber: www.hidayatullah.com