Powered by Blogger.

Cianjur Darurat LGBT (Aslina ... Teu Bohong)

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Saturday, February 3, 2018 | 13:46

Oleh Idrus Firmansyah
Ketua Divisi Komunikasi dan Informasi
Yayasan Peduli  Remaja Mentari (YPR) Cianjur

Siang itu selepas Sholat Jum’at saya naik Bis ke Jakarta dari Cianjur demi menjemput Rezeki di Ibukota. Dalam perjalanan itu, saya mendapati Seorang Remaja Tanggung sekitaran umur 15-20 Tahun nelpon dengan Earphone dan sepertinya menggunakan Aplikasi WhatsApp (soalnya gratis asalkan ada Paket Datanya). Remaja tersebut berbicara ketika nelpon itu dengan suara yang sangat keras, dan tidak terlalu menghiraukan orang-orang di dalam Bis Umum.

Dalam percakapan telepon itu, Remaja tersebut berbicara dengan suara yang cenderung seperti perempuan atau dikenal dengan istilah “Melambai”. Dia berbicara mengungkit kata-kata “onta”, “My Habibi” (yang berasal dari kosakata bahasa Arab yang artinya kekasihku) dan istilah-istilah lainnya yang sangat identik dengan sebuah Tempat Wisata di Cipanas. Remaja tersebut pun mengatakan bahwa dia menjadi “Lady Boy” Arab di daerah Wisata Cipanas tersebut. Jujur waktu itu, saya sangat jengah mendengar obrolan tak tahu diri Remaja Melambai tersebut. Dia benar-benar sudah sangat tidak tahu diri, tapi untuk menghentikannya berbicara asusila yang mengarah pada LGBT saya sendiri pun bingung harus bagaimana.

Akhirnya ... saya kepikiran membuka Aplikasi Quran Android di HP dan membaca 1 ayat saja (asalnya ingin panjang tapi karena lagi di dalam Bis, kepala pusing kalau sambil berkendara). Qadarullah ... Remaja itu berhenti “ngoceh asusila yang cenderung ke kelakuan Kaum Sodom”, dan ketika di Ciawi dia pindah ke Jok depan karena ada penumpang yang turun jadi kosong.

Kalau saya “flashback” apa yang dibicarakan Remaja tanggung itu, seperti nyambung dengan obrolan Istri saya yang mengatakan bahwa di Daerah Cipanas ada Pelajar jadi “Lady Boy” untuk Komunitas Wisatawan di daerah Cipanas, ketika ditanya kenapa mereka melakukan: “Jawabannya untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti membeli make up dan lain-lain, padahal mereka itu anak lelaki!!! “

Kemudian jika dikaitkan dengan beberapa waktu yang lalu dimana Polres Cianjur melakukan penggerebekan di daerah kawasan Villa Cipanas, dimana didapatkan 5 Pelaku Homoseksual yang didalamnya terdapat Pelajar berumur 16 Tahun (Baca: Innalillahi ... Pesta Gay di Cianjur Digerebek Polisi 5 Pria Ditangkap, Ada Pelajarnya). Mereka bisa melakukan Pesta durjana sesama Homoseksual karena menggunakan sebuah Aplikasi di Android yang bisa dengan secara bebas didownload di Playstore. Maka saya beropini, kenapa remaja tanggung itu ke Jakarta dan menghampiri teman dan My Habibi-nya tersebut karena bisa jadi daerah Cipanas yang biasa jadi tempat untuk tempat mereka melakukan kegiatan maksiat sudah dianggap tidak aman. Karena “My Habibi” yang biasa berada di Kawasan Wisata di Cipanas, sekarang berada di Jakarta.

Trus kenapa kita sebagai Warga Cianjur yang notabene dijuluki “Kota Santri” harus peduli terkait Musibah LGBT ini di daerah kita, karena ketika kelakuan laknat Homoseksual merajalela maka Allah SWT akan menurunkan Adzab tidak hanya untuk orang yang melakukannya tapi bagi orang-orang yang rajin beribadah.

Dan tentu pencegahan anak remaja yang menjadi Korban LGBT ini banyak caranya, seperti: mengarahkan mereka berolahraga seperti yang disarankan Rasulullah seperti: Berkuda, Memanah, Beladiri dan Berenang Atau olahraga lainnya seperti Futsal. Dan memberikan pendidikan Agama yang kuat, mereka diarahkan untuk aktif di Ikatan Remaja Mesjid, Dirangkul oleh Orang Tua untuk hadir di Kajian Keilmuan tiap pekan, aktif di Rohani Islam (Rohis) dan ikut Mentoring pekanan yang intensif di Sekolah. Karena kalau gak intensif ikut Kajian Keagamaan maka mereka akan diserang Predator Kaum Homoseksual yang mengintai melalui Jejaring Sosial Media seperti Facebook dan Instagram.

Terakhir, Kepada Allah lah kita meminta pertolongan karena Dia-lah sebaik-baik Pelindung.


03/02/2017
Written On The Earth
13:46 | 0 comments | Read More

Dilan Harus Pergi

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Friday, February 2, 2018 | 20:50

(Gambar: Google Image)
Oleh Hilda Lussiana Wahyudi

Beberapa bulan lalu saya menyempatkan membaca salah 1 novel pemberian teman.
Berhubung buku-buku yang saya salurkan ke Simpul Baca harus difilter, maka membaca novel tersebut menjadi kewajiban saya.

Ok, saya baca. Baru 1 bab, saya sudah bisa menyimpulkan bahwa buku ini tidak lulus seleksi. Isinya melulu tentang cinta dan pacaran ala anak SMU tahun 1990, ala Dilan dan Milea.

Saya dan Simpul Baca memang sengaja tidak mengadakan genre romansa muda-mudi semacam ini untuk dikonsumsi para pembaca.

Bukan berarti saya tidak menyukai genre ini. Suka, tapi tidak yang seperti ini. Dan saya juga tidak ingin menjadi perantara yang menginspirasi para pembaca muda untuk berpacaran seperti kedua tokoh dalam novelnya.

Aih, memangnya dulu saya ngga pacaran?
Pacaran, di Bandung pula. Justru karena itu, saya tidak ingin kejadian ini terulang pada generasi selanjutnya terutama anak-anak kami sendiri. Tobat deh, semoga Allah mengampuni dosa kami di masa lalu.

Kembali pada novel, dengan alur cerita yang fokus pada percintaan dua sejoli, saya membaca dengan super cepat karena begitu ringannya.

Hingga sampailah saya pada halaman 196 yang dengan jelas menggambarkan 2 tokoh idola Dilan karena menempelkan poster mereka di kamarnya: Ayatullah Khomeini dan Mick Jagger.

Mick Jagger masih standar deh ya...

Tapi Ayatullah Khomeini?
Saya langsung on.

Kenapa nama ini tiba-tiba dimunculkan?
Fast forward menengok timeline beberapa waktu lalu, tokoh pemuda dalam novel ini membahana. Tapi belum ada kehebohan seperti kehebohan yang terjadi kala nama Ayatullah Khomeini muncul di salah satu ensiklopedi anak meski dengan konteks serupa, menempatkannya sebagai tokoh idola.

Saya teliti halaman informasi, mungkin ini novel terbitan lawas yang penulisnya tidak update tentang tokoh ini. Tidak, ini novel terbitan tahun 2014.

Saya juga langsung menggoogling penulisnya, penasaran berat. Saya ingin memeriksa latar belakangnya. Tidak mungkin penulis asal mencomot nama tersebut. Lumayan sedikit tercerahkan.

Sambil lanjut membaca, sampailah pada halaman 263, ada adegan Milea diajak Bunda melihat kamar Dilan dan seolah menjawab pertanyaan awal saya di halaman 196, ada kalimat dalam kurung seperti berikut:
(kelak Dilan menjelaskan kepadaku soal kenapa dia menyukai Ayatullah Khomeini, karena katanya Imam Besar Iran itu baginya adalah seorang pemberani dan revolusioner. Tidak ada sangkut pautnya dengan mazhab Sang Imam itu).

Oh, berarti jelas penulisnya tahu tentang mazhab tokoh tersebut.

Jujur, saya sempat penasaran ingin melanjutkan membaca novel selanjutnya hanya demi mendapatkan jawaban atas diangkutnya tokoh seserius ini ke dalam novel ringan setidak serius ini.

Untungnya PR bacaan lain masih mengantri, saya harus menghemat waktu.

Lalu jika akhirnya novel ini laris manis bahkan sampai diangkat menjadi film dan memikat para penonton seusianya, ah...semoga mereka tidak ikut-ikutan memasang poster dan mengidolakan tokoh yang satu itu.

Saya sempat membaca artikel tentang menjadi seperti Dilan, salah satunya memasang poster tokoh idola seperti Mick Jagger dan Ayatullah Khomeini. Duh!

Ada 3 pihak yang saya mintai pendapat kala itu: suami, kawan penulis yang tidak pernah baca novel ini, dan kawan yang saya tahu ngefans pada novel ini perihal kemunculan tokoh kontroversial yang ditanggapi biasa-biasa.

Bisa jadi, segmen pembacanya berbeda. Mereka yang kritis terhadap konten buku anak baik itu terhadap sisipan-sisipan tokoh syiah, konten pornografi, sampai isu LGBT yang beberapa kali sempat beredar, mungkin bukan pembaca novel semacam ini. Seperti saya yang juga hanya karena tuntutan wajib membacanya.

Melihat isi novelnya, mungkin segmennya berusia 15-20thn.
Tapi newsfeed saya ramai juga. Jangan-jangan friendlist saya banyak para muda-mudi.

Bila saat muda dulu, rasa sering memukul habis nalar logis.
Semoga, nostalgia di masa kini, tidak membabat habis pemikiran kritis.
20:50 | 0 comments | Read More