Powered by Blogger.

Hukum Merayakan Halloween dalam Pandangan Islam

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Wednesday, October 31, 2012 | 17:43


Sesaat lagi akan memasuki akhir bulan Oktober. Sebagaimana biasa dalam tradisi Barat, malam tanggal 31 Oktober dirayakan pesta Halloween. Pada hari ini anak-anak berpakaian aneh-aneh dan seram. Mereka berkeliling dari pintu ke pintu meminta permen atau coklat, sambil berkata “beri kami permen atau kami jahili.”
Artikel ini merupakan risalah yang ditulis oleh redaksi Hidayatullah Online, dan dipublikasikan pada27 Oktober 2009 lalu.
Halloween atau Hallowe’en adalah tradisi perayaan malam tanggal 31 Oktober, dan terutama dirayakan di Amerika Serikat.
Halloween berasal dari tradisi masyarakat Celtic—yang dulu mendiami Irlandia, Skotlandia, dan daerah sekitarnya—yang percaya kalau pada hari terakhir bulan Oktober, para arwah gentayangan di bumi. Tapi tradisi ini sebenarnya telah berpulang lama.
Sekitar abad pertama Masehi, masyarakat Celtic ditaklukkan oleh warga Romawi, yang kemudian menambahkan kebudayaan mereka ke dalam tradisi Halloween. Mereka menambahkan dua festival bernama Feralia, diperuntukkan untuk menghormati mereka yang telah meninggal, dan Pomona, yaitu festival untuk merayakan musim panen, diambil dari nama seorang dewi.
Sekitar abad ke-8, gereja Katolik mulai merayakan tanggal 1 November sebagai hari untuk menghormati para santo dan santa yang tidak memiliki hari perayaan khusus. Maka mulailah tradisi bahwa misa yang diadakan pada hari itu disebutAllhallowmas, yang berarti misa kaum suci (red: dalam bahasa Inggris disebut hallow). Malam sebelumnya, tanggal 31 Oktober, lalu disebut All Hallows Eve. Inilah cikal-bakal Halloween.
Lalu beranjak memasuki abad ke-18, banyak warga asal Eropa yang berimigrasi ke Amerika. Kebudayaan ini tetap mereka pertahankan, dan bentuk perayaannya terus berkembang sampai sekarang.
Bagi anak-anak, Halloween berarti kesempatan untuk memakai kostum dan mendapatkan permen. Bagi orang dewasa, Halloween mungkin merupakan kesempatan untuk berpesta kostum.
Simbol Halloween biasanya dekat dengan kematian, keajaiban, dan monster-monster dari dunia mitos. Karakter yang sering dikaitkan dengan Halloween, misalnya karakter setan dan iblis dalam kebudayaan Barat, manusia labu, makhluk angkasa luar, tukang sihir, kelelawar, burung hantu, burung gagak, burung bangkai, rumah hantu, kucing hitam, laba-laba, goblin, zombie, mumi, tengkorak, dan manusia serigala. Di Amerika Serikat, simbol Halloween biasanya dekat dengan tokoh dalam film klasik, mulai dari Drakula dan monster Frankenstein. Hitam dan oranye dianggap sebagai warna tradisional Halloween, walaupun sekarang banyak juga barang-barang Halloween yang berwarna ungu, hijau, dan merah.
Bagi toko, acara ini kesempatan bagus untuk pemasaran atau promosi. Singkat kata, sungguh tidak terbatas bentuk perayaan Halloween di Amerika.
Sementara itu, di belahan selatan benua Amerika, tepatnya di Meksiko, setiap tanggal 31 Oktober merayakan Hari Para Arwah (El Dia de Los Muertos), untuk menghormati para kaum suci. Berawal dari tradisi gereja Katolik, perayaan itu sampai sekarang dianggap sebagai salah satu hari besar keagamaan dan dirayakan dengan meriah.
Tanpa Makna
Halloween berasal sebuah perayaan untuk menandai awal musim dingin dan hari pertama Tahun Baru bagi orang kafir kuno dari Kepulauan Inggris. Pada kesempatan ini, mereka meyakini bahwa roh-roh dari dunia lain (seperti jiwa-jiwa orang mati) dapat mengunjungi bumi selama waktu ini dan berkeliaran.
Pada saat ini, mereka mengadakan perayaan untuk dewa matahari dan penguasa yang mati. Matahari mengucapkan terima kasih atas hasil panen, dan memberikan dukungan moral untuk menghadapi “pertempuran” dengan musim dingin. Pada zaman kuno, orang-orang kafir membuat pengorbanan hewan dan tanaman untuk menyenangkan para dewa.
Mereka juga percaya bahwa pada 31 Oktober penguasa (Tuhan) yang mati mengumpulkan semua jiwa-jiwa orang-orang yang telah meninggal pada tahun itu. Jiwa-jiwa setelah kematian, akan tinggal di dalam tubuh binatang, maka pada hari ini tuhan akan mengumumkan bentuk yang seharusnya diterima oleh mereka selama tahun berikutnya.
Masalah Aqidah
Hampir semua tradisi Halloween didasarkan dalam budaya pagan kuno, atau dalam budaya kekristenan. Dari sudut pandang Islam, kepercayaan ini sama dengan bentuk penyembahan berhala alias syirik. Sebagai Muslim, kita seharusnya menghormati dan menjunjung tinggi iman dan keyakinan kita. Bagaimanapun Tuhan kita adalah Allah SWT, selain itu tidak ada.
Adalah kesalahan besar ketika kita, anak-anak, dan keluarga kita merayakan sesuatu tanpa tahu latar-belakang dan tujuannya, hanya karena di antara teman-teman kita sudah biasa melakukan. “Ah, kan sudah tradisi!” begitu sering kita dengar. Atau ada lagi yang melakukan karena ketidakmengertian mereka yang sangat parah. “Just for fun aja.” (untuk bersenang-senang).
Ingatlah, setiap amal dan perbuatan kita selalu berimplikasi hukum yang akibatnya akan dipertanggungjawabkan di akherat nanti.
Jadi apa yang bisa kita lakukan, ketika anak-anak kita melihat orang lain berpakaian, makan permen, dan pergi ke pesta? Walaupun mungkin tergoda untuk bergabung, kita harus berhati-hati untuk melestarikan tradisi kita (tradisi Islam) sendiri dan tidak sepatutnya membiarkan anak-anak kita menjadi rusak dengan fenomena ini.
Dalam satu riwayat, Rasulullah pada suatu hari didatangi oleh utusan orang-orang Mekah, yang di antara mereka itu adalah al-Walid bin al-Mughirah, Aswad bin Muthalib, dan Umyyah bin Khalaf. Mereka menawarkan titik temu persamaan agama antara Islam dengan agama orang-orang kafir pada saat itu. Mereka menawarkan untuk memeluk dan menjalankan agama Islam pada masa satu tahun dan pada tahun berikutnya berharap Rasulullah dan pengikutnya untuk menjalankan agama mereka menyembah berhala. Kerjasama saling menguntungkan ini diharapkan bisa saling bergantian. Dengan kerjasama seperti ini, mereka merasa tidak ada yang saling dirugikan antara kaum kafir dan Islam.
Tawaran itu serta merta ditolak Rasulullah diawali dengan kalimat “aku berlindung dari orang-orang yang menyekutukan Allah.” Dalam masalah aqidah dan tauhid, Rasulullah tidak berstrategi ataupun berpolitik untuk tawaran ini.
Sejak itu, Allah langsung menurunkan wahyu, yaitu Al-Quran QS 109:1-6 atau sering disebut Surat al-Kafirun (orang-orang kafir).
Dalam surat al-Kafirun ayat pertama disebutkan, “Qul (katakan ya Muhammad) wahai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah”. Ayat berikutnya berbunyi, “aku bukanlah penyembah apa yang engkau sembah.”
Ayat ke-4 mengatakan, “Aku selamanya bukanlah penyembah apa yang kalian sembah.” Jadi jelaslah, ayat ini menunjukkan sikap berbeda dan harus diambil oleh setiap orang Muslim terhadap orang kafir.
Maka bagi kita umat Islam yang mengikuti perayaan agama non-muslim, sekalipun hanya dengan mengucapkan “selamat” saja, maka itu juga melanggar ketentuan Allah. Maka sikap yang paling baik adalah jangan pernah menggangu mereka dalam perayaan ibadah atau perayaan mereka sekecil apapun, dan sekaligus jangan pernah tersentuh sekecil apapun untuk mengikutinya.
Dan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘Anh, dia berkata, “Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festival seperti mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka.” [Lihat ‘Aun Al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Syarah hadits no. 3512]
Nabi kita, Rasulullah Muhammad, telah memuliakan dua hari yang patut dirayakan. Dua hari itu tak lain adalah Idul Fitri dan Idul Adha. “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya: Idul Adha dan Idul Fitri.” [Dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya, No. 11595, 13058, 13210]
Seorang ulama Salafi, Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin bahkan tak kalah kerasnya. Menurut beliau, hari raya atau perayaan yang dikenal oleh Islam hanyalah; Idul Fitri, Idul Adha, dan Idul Usbu’ (hari Jum’at). Dalam Islam tidak ada hari raya lain selain tiga hari raya tersebut, maka setiap hari raya yang diadakan di luar tiga hari raya itu ditolak alias bid’ah dan batil. (fimadani.com)
17:43 | 0 comments | Read More

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-amalan Utamanya

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Monday, October 15, 2012 | 14:26

Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia dalam kalender Islam. Banyak umat Islam yang menantikan kedatangannya, khususnya para calon jamaah haji, juga tentunya para peternak hewan qurban. Berikut ini adalah beberapa keutamaan bulan Dzulhijjah yang mesti kita ketahui dan semoga bisa memancing kita untuk melakukan banyak amal kebaikan pada bulan tersebut.

1. Dzulhijah termasuk Asyhurul Hurum
Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia, yang telah Allah Ta’ala sebutkan sebagai asyhurul hurum (bulan-bulan haram). Maksudnya, saat itu manusia dilarang (diharamkan) untuk berperang, kecuali dalam keadaan membela diri dan terdesak.[1]

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …” (QS. Al Maidah (5): 2)

Ayat mulia ini menerangkan secara khusus keutamaan bulan-bulan haram, yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya. Bulan yang termasuk Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) adalahDzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab, dan Muharam. (Sunan At Tirmidzi No. 1512)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرمٌ: ثلاثٌ متوالياتٌ ذو القعدة، وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان”.

“Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga bulan berurutan yaitu adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharam, dan (satu bulan sendiri yaitu) Rajab Mudhar yang berada di antara bulan Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025 dan Muslim no. 3179)

Dalam syarah (penjelasan) kitab Shahih Bukhari dan Muslim, yakni Fathul Bari karya Ibnu Hajar dan Al Minhaj karya Imam An Nawawi, diterangkan, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyandarkan bulan Rajab kepada kabilah Mudhar di dalam banyak hadits adalah untuk memperjelas. Para ulama mengatakan, dahulu kala kabilah Mudhar dan kabilah Rabi’ah berbeda dalam menyebut bulan Rajab. Menurut kabilah Mudhar, bulan Rajab adalah bulan yang terletak di antara Jumadil akhir dan Sya’ban, sementara menurut kabilah Rabi’ah, bulan Rajab itu disebut dengan bulan Ramadhan.


2. Anjuran Banyak Ibadah Pada Sepuluh Hari Pertama (Tanggal 1-10 Dzulhijjah)
Sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah memiliki keutamaan yang besar. Disebutkan dalam Al Quran:

وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr (89): 1-2)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan maknanya:

والليالي العشر: المراد بها عشر ذي الحجة. كما قاله ابن عباس، وابن الزبير، ومجاهد، وغير واحد من السلف والخلف.

(Dan demi malam yang sepuluh): maksudnya adalah sepuluh hari pada Dzulhijjah. Sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Ibnu Az Zubeir, Mujahid, dan lebih dari satu kalangan salaf dan khalaf.[2]
Ada juga yang mengatakan maksudnya adalah sepuluh hari awal Muharram, ada juga ulama yang memaknai sepuluh hari awal Ramadhan. Namun yang benar adalah pendapat yang pertama,[3] yakni sepuluh awal bulan Dzulhijjah.

Keutamaannya pun juga disebutkan dalam As Sunnah. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ

“Tidak ada amal yang lebih afdhal dibanding amal pada hari-hari ini.” Mereka bertanya: “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak pula oleh jihad, kecuali seseorang yang keluar untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu dia tidak kembali dengan sesuatu apa pun.” (HR. Bukhari No. 969)

Imam Ibnu Katsir mengatakan maksud dari “pada hari-hari ini” adalah sepuluh hari Dzulhijjah.[4]
Maka, amal-amal shalih apa pun bisa kita lakukan antara tanggal satu hingga sepuluh Dzulhijjah; sedekah, shalat sunnah, shaum –kecuali pada tanggal sepuluh Dzulhijjah- , silaturrahim, dakwah, jihad, dan lainnya. Amal-amal ini pada hari-hari itu dinilai lebih afdhal dibanding jihad, apalagi berjihad pada hari-hari itu, tentu memiliki keutamaan lebih dibanding jihad pada selain hari-hari itu.
Untuk berpuasa pada sepuluh hari ini, ada dalil khusus sebagaimana diriwayatkan oleh Hafshah Radhiallahu ‘Anha, katanya:

أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَ عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ

Ada empat hal yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum pernah meninggalkannya: puasa ‘Asyura, Al ‘Asyr (puasa 10 hari Dzulhijjah), puasa tiga hari tiap bulan, dan dua rakaat sebelum subuh. (HR. An Nasa’i, dalam As Sunan Al Kubra No. 2724, Abu Ya’la dalam Musnadnya No.  7048, Ahmad No. 26456)

Hanya saja para ulama mendhaifkan hadits ini. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini dhaif, kecuali sabdanya: “dua rakaat sebelum subuh,” yang ini shahih. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 26456)

Didhaifkan pula oleh Syaikh Al Albani. (Irwa’ul Ghalil, No. 954)

3. Shaum ‘Arafah (Pada 9 Dzulhijjah)
Dari Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
Nabi ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Menghapuskan dosa tahun lalu dan tahun kemudian.” (HR. Muslim No. 1162, At Tirmidzi No. 749, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 2805, Ath Thabari dalam Tahdzibul Atsar No. 763, Ahmad No. 22535, 22650. Ibnu Khuzaimah No. 2117, dan ini adalah lafaz Imam Muslim)

Hadits ini menunjukkan sunahnya puasa ‘Arafah.

Apakah Yang Sedang Wuquf Dilarang Berpuasa ‘Arafah?
Imam At Tirmidzi Rahimahullah mengatakan:

وقد استحب أهل العلم صيام يوم عرفة إلا بعرفة
Para ulama telah menganjurkan berpuasa pada hari ‘Arafah, kecuali bagi yang sedang di ‘Arafah. (Sunan At Tirmidzi, komentar hadits No. 749)

Apa dasarnya bagi yang sedang wuquf di ‘Arafah dilarang berpuasa?

Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah. (HR. Abu Daud No. 2440, Ibnu Majah No. 1732, Ahmad No. 8031, An Nasa’i No. 2830, juga dalam As Sunan Al Kubra No. 2731, Ibnu Khuzaimah No. 2101, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1587)

Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim tapi keduanya tidak meriwayatkannya.” (Al Mustadrak No. 1587) Imam Adz Dzahabi menyepakati penshahihannya.

Dishahihkan pula oleh Imam Ibnu Khuzaimah, ketika beliau memasukkannya dalam kitab Shahihnya. Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar:

قُلْت قَدْ صَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَ وَثَّقَ مَهْدِيًّا الْمَذْكُورَ: ابْنُ حِبَّانَ
Aku berkata: Ibnu khuzaimah telah menshahihkannya, dan Mahdi telah ditsiqahkan oleh Ibnu Hibban. (At Talkhish, 2/461-462)

Namun ulama lain menyatakan bahwa  hadits ini dhaif.[5]

Mereka menyanggah tashhih (penshahihan) tersebut, karena perawi hadits ini yakni Syahr bin Hausyab dan Mahdi Al Muharibi bukan perawi Bukhari dan Muslim sebagaimana yang diklaim Imam Al Hakim.

Imam Al Munawi mengatakan:

قال الحاكم : على شرط البخاري وردوه بأنه وهم إذ مهدي ليس من رجاله بل قال ابن معين : مجهول ، وقال العقيلي : لا يتابع عليه لضعفه

Berkata Al Hakim: “Sesuai syarat Bukhari,” mereka (para ulama) telah menyanggahnya karena terjadi ketidakjelasan pada Mahdi, dia bukan termasuk perawinya Bukhari, bahkan Ibnu Ma’in mengatakan: majhulAl ‘Uqaili mengatakan: “Dia tidak bisa diikuti karena kelemahannya.” (Faidhul Qadir, 6/431) 

Lalu,  Mahdi Al Muharibi – dia adalah Ibnu Harb Al Hijri, dinyatakan majhul (tidak diketahui) keadaannya oleh para muhadditsin.

Syaikh Al Albani berkata:

قلت : وإسناده ضعيف ومداره عند الجميع على مهدي الهجري وهو مجهول

Aku berkata: isnadnya dhaif, semua sanadnya berputar pada Mahdi Al Hijri, dan dia majhul(Tamamul Minnah Hal. 410)

Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata:

إسناده ضعيف، لجهالة مهدي المحاربي -وهو ابن حرب الهجري-، وذكره ابن حبان في “الثقات”، وهو تساهل منه.

Isnadnya dhaif, karena ke-majhul-an Mahdi Al Muharibi, dia adalah Ibnu Harbi Al Hijri, dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab Ats Tsiqaat (orang-orang terpercaya), dia (Ibnu Hibban) memang yang menggampangkannya (untuk ditsiqahkan, pen). (Ta’liq Musnad Ahmad No. 8041)
Telah masyhur bagi para ulama hadits, bahwa Imam Ibnu Hibban adalah imam hadits yang dinilai terlalu mudah men-tsiqah-kan perawi yang majhul.

Majhulnya Mahdi Al Muharibi juga di sebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar. (At Talkhish Al Habir,  2/461), Imam Al ‘Uqaili mengatakan dalam Adh Dhuafa: “Dia tidak bisa diikuti.” (Ibid)
Imam Yahya bin Ma’in dan Imam Abu Hatim mengatakan: Laa A’rifuhu – saya tidak mengenalnya. (Imam Ibnu Mulqin, Al Badrul Munir, 5/749)

Imam Ibnul Qayyim mengatakan:

وفي إسناده نظر، فإن مهدي بن حرب العبدي ليس بمعروف

Dalam isnadnya ada yang perlu dipertimbangkan, karena Mahdi bin Harb Al ‘Abdi bukan orang yang dikenal. (Zaadul Ma’ad, 1/61), begitu pula dikatakan majhul oleh Imam Asy Syaukani. (Nailul Authar, 4/239)

Maka, pandangan yang lebih kuat adalah tidak ada yang shahih larangan berpuasa pada hari  ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah. Oleh karenanya Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan:

لم يثبت أن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قد نهى عن صيام هذا اليوم

Tidak ada yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang berpuasa pada hari ini ( 9 Dzhulhijjah). (Ta’liq Musnad Ahmad, No. 8031)

Tetapi, di sisi lain juga tidak ada yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berpuasa ketika wuquf di ‘Arafah.

Diriwayatkan secara shahih:

عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ أَنَّهُمْ شَكُّوا فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَرَفَةَ فَبَعَثَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحٍ مِنْ لَبَنٍ فَشَرِبَهُ

Dari Ummu Al Fadhl, bahwa mereka ragu tentang berpuasanya Nabi Shalllallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari ‘Arafah, lalu dikirimkan kepadanya segelas susu, lalu dia meminumnya. (HR. Bukhari No. 5636)

Oleh karenanya Imam Al ‘Uqaili mengatakan:

  وَقَدْ رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَسَانِيدَ جِيَادٍ أَنَّهُ لَمْ يَصُمْ يَوْمَ عَرَفَةَ بِهَا وَلَا يَصِحُّ عَنْهُ النَّهْيُ عَنْ صِيَامِهِ

Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sanad-sanad yang baik, bahwa Beliau belum pernah berpuasa pada hari ‘Arafah ketika berada di sana, dan tidak ada yang shahih darinya tentang larangan berpuasa pada hari itu. (Adh Dhuafa, No. 372)

Para sahabat yang utama pun juga tidak pernah berpuasa ketika mereka di ‘Arafah.

Disebutkan oleh Nafi’ –pelayan Ibnu Umar, sebagai berikut:

 عن نافع قال سئل بن عمر عن صوم يوم عرفة بعرفة قال لم يصمه رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا أبو بكر ولا عمر ولا عثمان

Dari Nafi’, dia berkata: Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa hari ‘Arafah ketika di ‘Arafah, dia menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berpuasa, begitu pula Abu Bakar, Umar, dan Utsman.” (HR. An Nasa’i, As Sunan Al Kubra No. 2825)

Maka, larangan berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang di ‘Arafah tidaklah pasti, di sisi lain, Nabi pun tidak pernah berpuasa  ketika sedang di ‘Arafah, begitu pula para sahabat setelahnya. Oleh karena itu, kemakruhan berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah bagi yang sedang wuquf telah diperselisihkan para imam kaum muslimin. Sebagian memakruhkan dan pula ada yang membolehkan.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau tidak pernah melakukannya, tetapi juga tidak melarang puasa ‘Arafah bagi yang wuquf di ‘Arafah.

 سئل بن عمر عن صوم يوم عرفة فقال حججت مع النبي صلى الله عليه و سلم فلم يصمه وحججت مع أبي بكر فلم يصمه وحججت مع عمر فلم يصمه وحججت مع عثمان فلم يصمه وأنا لا أصومه ولا أمر به ولا أنهى عنه

Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa pada hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Saya haji bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau  tidak berpuasa, saya haji bersama Abu Bakar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama Umar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama ‘Utsman dia juga tidak berpuasa, dan saya tidak berpuasa juga, saya tidak memerintahkan dan tidak melarangnya.” (Sunan Ad Darimi No. 1765. Syaikh Husein Salim Asad berkata:isnaduhu shahih.)

Kalangan Hanafiyah mengatakan, boleh saja berpuasa ‘Arafah bagi jamaah haji yang sedang wuquf jika itu tidak membuatnya lemah. (Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu,  3/25)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa tidak dianjurkan mereka berpuasa, walaupun kuat fisiknya, tujuannya agar mereka kuat berdoa:

أما الحاج فلا يسن له صوم يوم عرفة، بل يسن له فطره وإن كان قوياً، ليقوى على الدعاء، واتباعاً للسنة

Ada pun para haji, tidaklah disunahkan berpuasa pada hari ‘Arafah, tetapi disunahkan untuk berbuka walau pun dia orang yang kuat, agar dia kuat untuk banyak berdoa, dan untuk mengikuti sunah.(Ibid, 3/24) Jadi, menurutnya “tidak disunahkan”, dan tidak disunahkan bukan bermakna tidak boleh.
Namun mayoritas madzhab memakruhkannya, berikut ini rinciannya:
  • Hanafiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah jika membuat lemah, begitu juga puasa tarwiyah (8 Dzulhijjah).
  • Malikiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah, begitu pula puasa tarwiyah.
  • Syafi’iyah: jika jamaah haji mukim di Mekkah, lalu pergi ke ‘Arafah siang hari maka  puasanya itu  menyelisihi hal yang lebih utama, jika pergi ke ‘Arafah malam hari maka boleh berpuasa. Jika jamaah haji adalah musafir, maka secara mutlak disunahkan untuk berbuka.
  • Hanabilah: Disunahkan bagi para jamaah haji berpuasa pada hari ‘Arafah jika wuqufnya malam,  bukan wuquf pada siang hari, jika wuqufnya siang maka makruh berpuasa. (Lihat rinciannya dalam Al Fiqhu ‘Alal Madzahib Al Arba’ah, 1/887, karya Syaikh Abdurrahman Al Jazairi)
4. Shalat Idul Adha dan Menyembelih Hewan  Qurban
Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman;

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2)

Shalat Idul Adha (juga Idhul Fitri) adalah sunah muakadah. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

شرعت صلاة العيدين في السنة الاولى من الهجرة، وهي سنة مؤكدة واظب النبي صلى الله عليه وسلم عليها وأمر الرجال والنساء أن يخرجوا لها.

Disyariatkannya shalat ‘Idain (dua hari raya) pada tahun pertama dari hijrah, dia adalah sunah muakadah yang selalu dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau memerintahkan kaum laki-laki dan wanita untuk keluar meramaikannya. (Fiqhus Sunnah, 1/317)

Ada pun kalangan Hanafiyah berpendapat wajib, tetapi wajib dalam pengertian madzhab Hanafi adalah kedudukan di antara sunah dan fardhu.
Disebutkan dalam Al Mausu’ah:

صَلاَةُ الْعِيدَيْنِ وَاجِبَةٌ عَلَى الْقَوْل الصَّحِيحِ الْمُفْتَى بِهِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ – وَالْمُرَادُ مِنَ الْوَاجِبِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ : أَنَّهُ مَنْزِلَةٌ بَيْنَ الْفَرْضِ وَالسُّنَّةِ – وَدَلِيل ذَلِكَ : مُوَاظَبَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهَا مِنْ دُونِ تَرْكِهَا وَلَوْ مَرَّةً

Shalat ‘Idain adalah wajib menurut pendapat yang shahih yang difatwakan oleh kalangan Hanafiyah –maksud wajib menurut madzhab Hanafi adalah kedudukan yang setara antara fardhu dan sunah. Dalilnya adalah begitu bersemangatnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya, Beliau tidak pernah meninggalkannya sekali pun. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/240)

Sedangkan Syafi’iyah dan Malikiyah menyatakan sebagai sunah muakadah, dalilnya adalah karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya oleh orang Arab Badui tentang shalat fardhu, Nabi menyebutkan shalat yang lima. Lalu Arab Badui itu bertanya:

 هَل عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ ؟ قَال لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ

Apakah ada yang selain itu? Nabi menjawab: “Tidak ada, kecuali yang sunah.” (HR. Bukhari No. 46)

Bukti lain bahwa shalat ‘Idain itu sunah adalah shalat tersebut tidak menggunakan adzan dan iqamah sebagaimana shalat wajib lainnya. Shalat tersebut sama halnya dengan shalat sunah lainnya tanpa adzan dan iqamah, seperti dhuha, tahajud, dan lainnya. Ini menunjukkan bahwa shalat ‘Idain adalah sunah.

Sedangkan Hanabilah mengatakan fardhu kifayah, alasannya adalah karena firman Allah Ta’ala menyebutkan shalat tersebut dengan kalimat perintah:  “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2). Juga karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu merutinkannya. (Ibid, 27/240)

Insya Allah, secara khusus pada kesempatan lain akan kami bahas pula adab-adab pada hari raya.
Selanjutnya berqurban, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

Para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, ada yang mengatakan wajib bagi yang memiliki kelapangan rezeki, ada pula yang mengatakan sunah mu’akadah, dan inilah pendapat mayoritas sahabat, tabi’in, dan para ulama.

Ulama yang mewajibkan berdalil dengan hadits berikut, dari Abu Hurairah Radhiallhu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

 “Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan dia tidak berkurban, maka jangan dekati tempat shalat kami.”  (HR. Ibnu Majah No.  3123, Al Hakim No. 7565, Ahmad No. 8273, Ad Daruquthni No. 53, Al Baihaqi dalam  Syu’abul Iman  No. 7334)

Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim dalam Al Mustadraknya No. 7565, katanya:“Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkannya.” Imam Adz Dzahabi menyepakati hal ini.

Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 6490, namun hanya menghasankan dalam kitab lainnya seperti At Ta’liq Ar Raghib, 2/103, dan Takhrij Musykilat Al Faqr,No. 102.
Sementara Syaikh Syu’aib Al Arnauth mendhaifkan hadits ini, dan beliau mengkritik Imam Al Hakim dan Imam Adz Dzahabi dengan sebutan: “wa huwa wahm minhuma – ini adalah wahm (samar/tidak jelas/ragu) dari keduanya.” Beliau juga menyebut penghasanan yang dilakukan Syaikh Al Albani dengan sebutan: “fa akhtha’a – keliru/salah.” (Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 8273)
Mengomentari hadits ini, berkata Imam Amir Ash Shan’ani Rahimahullah:

وَقَدْ اسْتَدَلَّ بِهِ عَلَى وُجُوبِ التَّضْحِيَةِ عَلَى مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ لِأَنَّهُ لَمَّا نَهَى عَنْ قُرْبَانِ الْمُصَلَّى دَلَّ عَلَى أَنَّهُ تَرَكَ وَاجِبًا كَأَنَّهُ يَقُولُ لَا فَائِدَةَ فِي الصَّلَاةِ مَعَ تَرْكِ هَذَا الْوَاجِبِ وَلِقَوْلِهِ تَعَالَى { فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ } وَلِحَدِيثِ مِخْنَفِ بْنِ سُلَيْمٍ مَرْفُوعًا { عَلَى أَهْلِ كُلِّ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ } دَلَّ لَفْظُهُ عَلَى الْوُجُوبِ ، وَالْوُجُوبُ قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ  

 “Hadits ini dijadikan dalil wajibnya berkurban bagi yang memiliki kelapangan rezeki, hal ini jelas ketika Rasulullah melarang mendekati tempat shalat, larangan itu menunjukkan bahwa hal itu merupakan meninggalkan  kewajiban, seakan Beliau mengatakan shalatnya tidak bermanfaat jika meninggalkan kewajiban ini. Juga karena firmanNya: “maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” Dalam hadits Mikhnaf bin Sulaim secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah) berbunyi: “ (wajib) atas penduduk setiap rumah pada tiap tahunnya untuk berkurban.” Lafaz hadits ini menunjukkan wajibnya. Pendapat yang menyatakan wajib adalah dari Imam Abu Hanifah.[6]
Sementara yang tidak mewajibkan, menyatakan bahwa dua hadits di atas tidak bisa dijadikan hujjah (dalil), sebab yang pertama mauquf (hanya sampai sahabat nabi, bukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), hadits kedua dha’if. Sedangkan ayat Fashalli li Rabbika wanhar, tidak bermakna wajib kurban melainkan menunjukkan urutan aktifitas, yakni menyembelih kurban dilakukan setelah shalat Id.

Berikut keterangan dari Imam Ash Shan’ani:

وَقِيلَ لَا تَجِبُ وَالْحَدِيثُ الْأَوَّلُ مَوْقُوفٌ فَلَا حُجَّةَ فِيهِ وَالثَّانِي ضَعْفٌ بِأَبِي رَمْلَةَ قَالَ الْخَطَّابِيُّ : إنَّهُ مَجْهُولٌ وَالْآيَةُ مُحْتَمِلَةٌ فَقَدْ فُسِّرَ قَوْلُهُ ( { وَانْحَرْ } ) بِوَضْعِ الْكَفِّ عَلَى النَّحْرِ فِي الصَّلَاةِ أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ وَابْنُ شَاهِينَ فِي سُنَنِهِ وَابْنُ مَرْدُوَيْهِ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَفِيهِ رِوَايَاتٌ عَنْ الصَّحَابَةِ مِثْلُ ذَلِكَ وَلَوْ سُلِّمَ فَهِيَ دَالَّةٌ عَلَى أَنَّ النَّحْرَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ تَعْيِينٌ لِوَقْتِهِ لَا لِوُجُوبِهِ كَأَنَّهُ يَقُولُ إذَا نَحَرْت فَبَعْدَ صَلَاةِ الْعِيدِ فَإِنَّهُ قَدْ أَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْ أَنَسٍ { كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْحَرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَأُمِرَ أَنْ يُصَلِّيَ ثُمَّ يَنْحَرُ } وَلِضَعْفِ أَدِلَّةِ الْوُجُوبِ ذَهَبَ الْجُمْهُورُ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَالْفُقَهَاءِ إلَى أَنَّهَا سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ بَلْ قَالَ ابْنُ حَزْمٍ لَا يَصِحُّ عَنْ أَحَدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ أَنَّهَا وَاجِبَةٌ .  

“Dikatakan: Tidak wajib, karena hadits pertama adalah mauquf dan tidak bisa dijadikan hujjah (dalil). Hadits kedua  (dari Mikhnaf bin Sulaim) dhaif karena dalam sanadnya ada Abu Ramlah. Berkata Imam Al Khathabi: “Dia itu majhul (tidak dikenal).” Sedangkan firmanNya: “…berkurbanlah.”adalah tentang penentuan waktu penyembelihan setelah shalat. Telah diriwayatkan oleh Abu Hatim, Ibnu Syahin di dalam sunan-nya, Ibnu Mardawaih, dan Al Baihaqi dari Ibnu Abbas dan didalamnya terdapat beberapa riwayat dari sahabat yang seperti ini, yang menunjukkan bahwa menyembelih kurban itu dilakukan setelah shalat (‘Ied). Maka ayat itu secara khusus menjelaskan tentang waktu penyembelihnnya, bukan menunjukkan kewajibannya. Seolah berfirman: Jika engkau  menyembelih maka (lakukan) setelah shalat ‘Ied. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Anas: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menyembelih sebelum shalat Id, lalu Beliau diperintahkan untuk shalat dulu baru kemudian menyembelih.” Maka nyatalah kelemahan alasan mereka yang mewajibkannya. Sedangkan, madzhab jumhur (mayoritas) dari sahabat, tabi’in, dan ahli fiqih, bahwa  menyembelih qurban adalah sunah mu’akkadah, bahkan Imam Ibnu Hazm mengatakan tidak ada yang shahih satu pun dari kalangan sahabat yang menunjukkan kewajibannya.”[7]

Seandainya hadits-hadits di atas shahih, itu pun tidak menunjukkan kewajibannya. Sebab dalam riwayat lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

“Jika kalian memasuki tanggal 10 (Dzulhijjah) dan hendak berkurban maka janganlah dia menyentuh   sedikit pun dari  rambutnya dan kulitnya.”  (HR. Muslim No. 1977)[8]

Hadits tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa berkurban itu terkait dengan kehendak, manusianya oleh karena itu Imam Asy Syafi’i menjadikan hadits ini sebagai dalil tidak wajibnya berkurban alias sunah.

Berikut ini keterangannya:
قال الشافعي إن قوله فأراد أحدكم يدل على عدم الوجوب
 Berkata Asy Syafi’i: “Sesungguhnya sabdanya “lalu kalian berkehendak”menunjukkan ketidak wajibannya.[9]
Insya Allah tentang Fiqih Qurban akan kami bahas pada hari-hari yang akan datang.

5. Tidak Berpuasa pada Hari Raya (10 Dzulhijah) dan hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah)
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

يَوْمُ عَرَفَةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَهِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

Hari ‘Arafah, hari penyembelihan qurban, hari-hari tasyriq, adalah hari raya kita para pemeluk islam, itu adalah hari-hari makan dan minum. (HR. At Tirmidzi No. 773, katanya:hasan shahih, Ad Darimi No. 1764)[10]

Dari Nubaisyah Al Hudzalli, katanya: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum.” (HR. Muslim No. 1141)
Inilah di antara dalil agar kita tidak berpuasa pada hari raya dan hari-hari tasyriq, karena itu adalah hari untuk makan dan minum. Sedangkan untuk puasa pada hari ‘Arafah sudah dibahas pada bagian sebelumnya.

Imam At Tirmidzi berkata:

وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ يَكْرَهُونَ الصِّيَامَ أَيَّامَ التَّشْرِيقِ إِلَّا أَنَّ قَوْمًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ رَخَّصُوا لِلْمُتَمَتِّعِ إِذَا لَمْ يَجِدْ هَدْيًا وَلَمْ يَصُمْ فِي الْعَشْرِ أَنْ يَصُومَ أَيَّامَ التَّشْرِيقِ وَبِهِ يَقُولُ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ

Para ulama mengamalkan hadits ini, bahwa mereka memakruhkan berpuasa pada hari-hari tasyriq, kecuali sekelompok kaum dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamdan selain mereka, yang memberikan keringanan untuk berpuasa pada hari-hari tasyriq bagi orang yang berhaji tamattu’ jika belum mendapatkan hewan untuk berqurban dan dia belum berpuasa pada hari yang sepuluh (pada bulan Dzulhijjah, pen). Inilah pendapat Malik bin Anas, Asy Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. (Sunan At Tirmidzi, lihat komentar hadits No. 773)

Pada saat itu dibolehkan mengadakan acara (haflah) makan  dan minum, karena memang kaum muslimin sedang berbahagia. Hal itu sama sekali bukan perbuatan yang dibenci.
Al Hafizh Ibnu Hajar memberikan penjelasan terhadap hadits ini, katanya:

وأن الأكل والشرب في المحافل مباح ولا كراهة فيه

“Sesungguhnya makan dan minum pada berbagai acara adalah mubah dan tidak ada kemakruhan di dalamnya.”[11]

6. Berdzikir Kepada Allah Ta’ala pada hari-hari Tasyriq
Dalam riwayat Imam Muslim, dari Nubaisyah Al Hudzalli, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum. (HR. Muslim No.  1141), dan dalam riwayat Abu Al Malih ada tambahan: “dan hari berdzikir kepada Allah.” (HR. Muslim No. 1141)

Pada hari-hari tasyriq kita dianjurkan banyak berdzikir, karena Nabi juga mengatakan hari tasyriq adalah hari berdzikir kepada Allah Ta’ala. Agar kebahagian dan pesta kaum muslimin tetap dalam bingkai kebaikan, dan tidak berlebihan.

Imam Ibnu Habib menjelaskan tentang berdzikir pada hari-hari tasyriq:

يَنْبَغِي لِأَهْلِ مِنًى وَغَيْرِهِمْ أَنْ يُكَبِّرُوا أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ إِذَا اِرْتَفَعَ ثُمَّ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ بِالْعَشِيِّ وَكَذَلِكَ فَعَلَ وَأَمَّا أَهْلُ الْآفَاقِ وَغَيْرُهُمْ فَفِي خُرُوجِهِمْ إِلَى الْمُصَلَّى وَفِي دُبُرِ الصَّلَوَاتِ وَيُكَبِّرُونَ فِي خِلَالِ ذَلِكَ وَلَا يَجْهَرُونَ

Hendaknya bagi penduduk Mina dan selain mereka untuk bertakbir pada awal siang (maksudnya pagi, pen), lalu ketika matahari meninggi, lalu ketika matahari tergelincir, kemudian pada saat malam, demikian juga yang dilakukan. Ada pun penduduk seluruh ufuk dan selain mereka, pada setiap keluarnya mereka ke tempat shalat dan setelah shalat hendaknya mereka bertakbir pada saat itu,  dan tidak dikeraskan.[12]

Maka, boleh saja bertakbir saat hari-hari tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah) sebagaimana yang kita lihat pada sebagian masjid dan surau, yang mereka lakukan setelah shalat. Hal ini berbeda dengan Idul Fithri yang bertakbirnya hanya sampai naiknya khatib ke mimbar ketika shalat Idul Fithri, yaitu takbir dalam artian ‘takbiran’-nya hari raya. Ada pun sekedar mengucapkan takbir  (Allahu Akbar) tentunya boleh  kapan pun juga.
Demikian. Semoga bermanfaat …….
Wallahu A’lam
__________________________________
[1] Sebagian imam ahli tafsir menyebutkan bahwa, hukum berperang pada bulan-bulan haram  adalah dibolehkan, sebab ayat ini telah mansukh (direvisi) secara hukum oleh ayat: “Perangilah orang-orang musyrik di mana saja kalian menjumpainya ….”.  Sementara, ahli tafsir lainnya mengatakan, bahwa ayat ini tidak mansukh, sehingga larangan berperang pada bulan itu tetap berlaku kecuali darurat. Dan, Imam Ibnu Jarir lebih menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa ayat ini mansukh (direvisi) hukumnya. (Jami’ Al Bayan, 9/478-479. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)  Imam Ibnu Rajab mengatakan kebolehan berperang pada bulan-bulan haram adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama), pelarangan hanya terjadi pada awal-awal Islam. (Lathaif Al Ma’arif Hal. 116. Mawqi’ Ruh Al Islam)
[2] Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Dar Ath Thayyibah
[3] Ibid
[4] Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Lihat Syaikh Sayyid Ath Thanthawi, Al Wasith, 1/4497. Mawqi’ At Tafasir
[5] Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Ta’liq Musnad Ahmad No.  8031, Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya seperti Tamamul Minnah Hal. 410,  At Ta’liq Ar Raghib, 2/77, Dhaif Abi Daud No. 461,  dan lainnya
[6] Subulus Salam, 4/91
[7] Ibid
[8] Berkata Imam An Nawawi tentang maksud hadits ini:
وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِيمَنْ دَخَلَتْ عَلَيْهِ عَشْر ذِي الْحِجَّة وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ فَقَالَ سَعِيد بْن الْمُسَيِّب وَرَبِيعَة وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَدَاوُد وَبَعْض أَصْحَاب الشَّافِعِيّ : إِنَّهُ يَحْرُم عَلَيْهِ أَخْذ شَيْء مِنْ شَعْره وَأَظْفَاره حَتَّى يُضَحِّي فِي وَقْت الْأُضْحِيَّة ، وَقَالَ الشَّافِعِيّ وَأَصْحَابه : هُوَ مَكْرُوه كَرَاهَة تَنْزِيه وَلَيْسَ بِحَرَامٍ ، وَقَالَ أَبُو حَنِيفَة : لَا يُكْرَه ، وَقَالَ مَالِك فِي رِوَايَة : لَا يُكْرَه ، وَفِي رِوَايَة : يُكْرَه ، وَفِي رِوَايَة : يَحْرُم فِي التَّطَوُّع دُون الْوَاجِب .
Ulama berbeda pendapat tentang orang yang memasuki 10 hari bulan Zulhijjah dan orang yang hendak berquban. Sa’id bin Al Musayyib, Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Daud, dan sebagian pengikut Asy Syafi’I mengatakan: sesungguhnya haram baginya memotong rambut dan kukunya sampai dia berqurban pada waktu  berqurban. Asy Syafi’i dan pengikutnya mengatakan: hal itu makruh, yakni makruh tanzih (makruh mendekati boleh), tidak haram. Abu Hanifah mengatakan: tidak makruh. Malik mengatakan: tidak makruh. Pada riwayat lain dari Malik; makruh. Pada riwayat lain: diharamkan pada haji yang sunah, bukan yang wajib. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,  6/472)
[9] Subulus Salam, 4/91
[10] Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: isnaduhu shahih. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1586, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tetapi mereka tidak meriwayatkannya.”
[11] Fathul Bari, 4/238
[12] Imam Abul Walid Al Baji, Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa’, 2/463
Rep/Red: Shabra Syatila
Sumber: Ustadz Farid Nu'man Hasan
14:26 | 0 comments | Read More

Berzina di Bulan Ramadan, Siswi SMP Tewas Saat Gugurkan Kandungan

CIAMIS – Seorang siswi Sekolah Menegah Pertama (SMP) di Ciamis meninggal dunia saat berupaya mengugurkan kandunganya. Korban diketahui bernama SA (15), salah seorang siswa SMP asal Kecamatan Cimari, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis.

Korban meninggal setelah menjalani perawatan di RSUD Ciamis. Dari keterangan yang dihimpun, korban meninggal setelah menegak alkohol 70 persen yang dibeli pacar korban dicampur miniman energi. Dalam peristiwa itu, polisi mengamankan WI (16), warga Imbanagara, Kecamatan/Kabupaten Ciamis yang diketahui sebagai pacar korban.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Ciamis AKP Shohet menjelaskan, WI ditangkap di wilayah Cikijing, Kabupaten Majalengka, di rumah saudaranya. Sampai saat ini, WI masih menjalani pemeriksaan untuk mempertangungjawabkan perbuatanya. “Kasus kematian SA terungkap berkat laporan warga yang menyebutkan bahwa seorang pelajar meninggal di Rumah Sakit Ciamis,” kata Shohet, Sabtu (13/10/2012).

Shohet menjelaskan, saat ditelusuri penyebab kematian korban pihak keluarga enggan melakukan autopsi. Saat itu, jenazah SA langsung di bawa ke rumah duka dan dimakamkan. Setelah anggota kami melakukan penyelidikan, diperoleh keterangan dari orang tua korban bahwa SA meninggal akibat keracunan. “Saat itu kami melakukan penelusuran untuk mengungkap penyebab keracunan,” terang Shohet.

Dari keteranagn yang diperoleh, lanjut Shohet, keluarga korban menerangkan peristiwa itu bermula sejak, Kamis (11/10) pagi. Saat itu, SA diketahui tidak ikut ujian tengah semester (UTS) karena muntah-muntah. Pihak keluarga membawa SA ke RSUD Ciamis. Setelah menjalani perawatan di RSUD Ciamis, korban diketahui meninggal dunia.

Setelah melakukan penyelidikan, berdasarkan informasi yang diperoleh mengarah kepada pacar korban. Tapi, saat polisi mencari pacar korban ternyata tidak ada di rumahnya di kawasan Imbanagara. “Namun, belakangan kami ketahui korban berada di Cikijing, Kabupaten Majalengka. Atas informasi itu, kami langusng melakukan penagkapan,” terangnya.

Dari pengakuan WI, diketahui bahwa SA sedang hamil. Kondisi itu diketahui setelah dicek menggunakan alat tes kehamilan. Mengetahui hamil WI dan SA ketakutan lalu mereka mencoba menguggurkan kadungan dengan cara memakan buah nanas muda. Namun upaya mereka tidak membuahkan hasil. Lalu, sepulang sekolah tepatnya pada Senin (8/10) lalu, WI dan SA mencari informasi cara menguggurkan kandungan dari internet di salah satu warnet di Imbanagara.

Setelah memperoleh informasi itu, WI dan SA membeli alkohol 70 persen dan minuman energi. Keduanya mencampur alkohol dan minuman energi kuku bima lalu di minum masih di warnet. “Cara seperti itu dilakukan oleh keduanya secara berturut-turut selama tiga hari, akibatnya korban mengeluhkan sakit, hingga meninggal setelah menjalani perawatan,” terang Shohet.

Sementara itu, tersangka WI, mengakui pernah dua kali melakukan hubungan badan dnegan korban yaitu saat bulan Ramadan dan beberapa pekan setelah Lebaran.

“Selang sebulan tepatnya pada awal September, pacar saya memberitahu dia tidak haid lagi. Saya tanya kepada teman, dan akhirnya kami memutuskan untuk membeli alat tes kehamilan dan hasilnya ternyata hamil. Kami berdua panik, dan akhirnya melakukan cara itu untuk mengugurkan kandungan. Namun, malah seperti ini. Saya sangat menyesal,” sesal WI. (Okezone)
12:23 | 0 comments | Read More

Tahun 2010 : 62,7 Persen Remaja Indonesia Pernah Zina

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Saturday, October 13, 2012 | 10:04


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring merasa prihatin dengan semakin maraknya peredaran pornografi di kalangan remaja dan anak-anak. Bahkan, Komisi Perlindungan Anak (KPA) mengungkapkan 97 persen remaja pernah menonton atau mengakses pornografi. Pula didapatkan, sebanyak 62,7 persen remaja pernah melakukan Zina.

"Survei KPA yang dilakukan terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia juga menemukan 93 persen remaja pernah berciuman, dan 62,7 persen pernah berhubungan badan, dan 21 persen remaja telah melakukan oborsi," ujar Tifatul dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu (9/5/2010).

"Ini sangat memprihatinkan, saya minta semua pihak ikut mendukung upaya pembatasan distribusi konten negatif, baik melalui internet, maupun dunia perfilman. Semuanya harus terlibat menjaga generasi muda kita," ujar Tifatul.

Menkominfo juga menyatakan, pertarungan antar nilai-nilai budaya, pengaruh asing, setiap hari terus berlangsung, sehingga bangsa ini harus menjaga kekokohan nilai-nilai karakter bangsa. Jika tidak, maka Indonesia akan kehilangan identitas sebagai bangsa besar.

"Penyebaran konten negatif tersebut banyak disalurkan melalui sarana IT, terutama konten asing yang dijual kepada kita, bahkan konten tersebut banyak yang merusak nilai-nilai budaya bangsa," ujarnya.
10:04 | 0 comments | Read More

Mantan Ketua Rohis Raih Penghargaan Sains di AS


Mantan Ketua Rohis Fakultas MIPA Universitas Diponegoro (Undip) yang kini menempuh pendidikan doktor di Universitas Fukui Jepang mendapat penghargaan ilmiah Great Scientific Exchange 2012 (SCIX 2012), di Kansas City, Missouri, Amerika Serikat (AS), akhir pekan lalu.

Mantan Ketua Rohis bernama Ali Khumaeni itu mendapat penghargaan berkat terobosan baru yang ia kembangkan dalam bidang laser plasma spektrokopi, yaitu teknik analisis atom dalam material dengan memanfaatkan laser pulsa berdaya tinggi. Sebelumnya, mayoritas peneliti memanfaatkan laser pulsa Nd:YAG untuk analisis material, yang masih menyisakan kelemahan berupa ketidakmampuan menganalisis atom dengan sensitivitas tinggi pada material yang bersifat non-padat. Selain itu, metode tersebut juga tidak bisa digunakan untuk analisis atom metal berbahaya karena material akan rusak disebabkan ablasi material oleh laser.

Dengan terobosan baru yang dinamakan "laser gas plasma spektroskopi", Khumaeni dan timnya memecahkan permasalahan tersebut. Selain gas plasma tersebut bisa berinteraksi dengan berbagai material non-padat yang akan dianalisis, metode baru ini juga bisa digunakan untuk analisis permukaan material tanpa membuat kerusakan material sehingga bisa diaplikasikan industri-industri yang membutuhkan analisis permukaan seperti semikonduktor dan nuklir.

SCIX adalah pertemuan ilmiah internasional terbesar untuk bidang sains analitik dan spektroskopi yang diselenggarakan oleh Federation of Analytical Chemistry and Spectroscopy Societies (FACSS) sejak 1973 silam.

"Tercatat sejak 2006, penghargaan FACSS selalu diraih oleh mahasiswa dari Universitas di Amerika Serikat dan alhamdulillah tahun ini kita bisa meraihnya" kata Khumaeni kepada BBC.

Khumaeni dikenal sebagai sosok mahasiswa yang sarat prestasi. Pada Oktober 2008, khumaeni meraih penghargaan sebagai The Young Scientist Award pada International Conference on Laser Probing di Nagoya Jepang. Pada September 2010, makalah Khumaeni yang berjudul Direct Analysis of Powder Sample Using Transversely Excited Atmospheric CO2 Laser-Induced Metal-Assisted Gas Plasma at 1 atm by Introducing the Powder Particles into the Plasma menempatkannya sebagai peserta terbaik kategori pascasarjana pada 6th International Conference on LIBS di Memphis, Tennessee, AS. Tiga bulan berikutnya Khumaeni memenangkan 6th International Chemical Congress of Pacific Basin Societies (Pacifichem 2010) untuk kategori Laser-Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS) di Honolulu, Hawaii, AS.

Ketika masih di Undip, Khumaeni juga berkali-kali membawa trophy penghargaan untuk kampusnya, dari sejumlah kompetisi ilmiah yang diikutinya. Selain jenius, aktifis rohis itu juga rajin qiyamullail dan puasa Senin Kamis. Keteladanan Khumaeni dalam ibadah dan akhlak juga membuat teman-teman dan adik angkatan mengaguminya. [bersamadakwah.com]
07:28 | 0 comments | Read More

Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 6

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Monday, October 1, 2012 | 11:10

Hal ini terjawab pada artikel kedelapan dalam buku ini. VK menginginkan review kebijaksanaan Belanda dewasa ini mengenai Islam. VK mengecam pembatasan terhadap kemungkinan pengembangan Islam di Belanda, sebagai akibat sistem hukum yang ada.

Ringkasnya, VK menginginkan keterbukaan seraya "klarifikasi intelektual" terhadap masa lampau generasi ilmuwan Belanda di tanah jajahan.

Dengan buku ini, VK juga ingin menjernihkan misi intelektual para ilmuwan yang bekerja di mana pun agar memegang etik intelektual dan tidak menjalankan tugas intelijen.

Berdasarkan penelitiannya, VK memastikan bahwa Snouck (SH) secara sadar beralih agama dan berperilaku lahiriah sebagai Muslim di Mekkah maupun di Indonesia untuk tujuan politik belaka.

Berikut ini petikan pendapat Van Koningsveld (VK) yang dikutip Kompas, 16 Januari 1983:

Snouck menilai, Al Qur'an bukan sebagai wahyu Turan, tetapi lebih sebagai "harya tulis" Nabi Muhammad SAW.yang mengandung gagasan-gagasannya tentang agama. "Menurut penilaian saya, disertasi Snouck merupakan karya ilmiahnya yang terbaik, karena di situ. ia bersikap sebagai ilmuwan,"ujar VK.  VK menambahkan keterangan tentang situasi budaya di negeri Belanda saat itu, yang amat berpengaruh terhadap sikap dan pandangan hidup Snouck kelak. Snouck berasal dari keluarga pendeta Protestan (domine) terkemuka yang konvensional dan semi ortodoks. Tetapi lingkungan dia belajar (Leiden) adalah liberal untuk zaman itu. Dan pada periode itu, ilmuwan perbandingan agama, dan perbandingan sejarah agama amat dipengaruhi teori euolusi dari Charles Darwin. Pengaruh itu melahirkan suatu teori kebudayaan bahwa budaya Eropa dan agama Kristen merupakan titik puncak proses perkembangan kebudayaan. Karena itu, agama Islam dianggap sebagai suatu bentuk "degenerasi" kebudayaan yang oleh kalangan Kristen di situ dianggap sebagai hukuman Tuhan YME atas segala dosa kaum Nasrani. Pendeknya, agama dan budaya Eropa lebih unggul daeipada agama dan budaya Timur (Oriental).

Teori atau konsep kebudayaan tersebut di atas amat mempengaruhi pandangan dan sikap Snouck selanjutnya, demikian VK Pada tahun 1876, semasa Snouck masih mahasiswa di Leiden pernah menyatakan: "Kita harus membantu. bangsa pribumi (maksudnya penduduk negara jajahan) untuk beremansipasi dari Islam". Sejak itu, memang Snouck tidak pernah beranjak jauh dari sikap, demikian.

SH kemudian mengajar pada "Leiden of Delf Akademie" tempat semua calon pejabat pemerintah kolonial Belanda dilatih sebelum berdinas di Hindia Belanda. Snouck sendiri belum pernah ke Hindia, namun di situlah dia mulai terlibat dengan urusan kolonial Hindia Belanda di mana perang Aceh sudah mulai berkobar.

Ketika tinggal di Jeddah, Snouck berkenalan dengan dua orang Indonesia yang kemudian menjadi amat penting baginya, yaitu Raden Aboebakar Djajadiningrat dan Haji Hasan Moestafa, keduanya berasal dari Priangan. Snouck belajar bahasa Melayu dari Aboebahar dan giat bergaul dertgan para jamaah dari Hindia untuk mencari keterengan yang diperlukan.

Semua kegiatan Snouck selama di Arab Saudi ini dicatat dalam buku harian yang teliti dan sampai kini masih tersimpan di arsip perpustakaan Universitas Leiden. Dari buhu harian itu, menurut VK banyak ulama di Jeddah yang menganjurkan SH beralih agama menjadi Muslim. Apalagi Snouck memang sudah banyak pengetahuannya tentang Islam. Dan ini memang dilakukan oleh SH, setelah ia tinggal di rumuh Aboebakar ds Jeddah pada 4 Januan 1885. Peralihan agama ini pasti, karena enam bulan sesudah itu ada sepucuk surat berbahasa Arab dari seorang penduduk Mekkah yang ditujukan kepada SH dengan nama Abdoel Gaffar. Salah satu surat itu, menurut penuturan VK berbunyi:

   "...karena anda telah beralih agama di depan khalayak ramai, maka juga para ulama di Mekkah dengan ini mengukuhkan keabsahan peralihan agama anda ke Islam."
   "Tetapi, meski Snouck telah melakukan upacara peralihan agama, tidaklah berarti. dia Muslim sejati," kata VK. "Ini  pernyataan saya, dan saya bisa membuktikannya berdasarhan. dokumen yang ada."

Kemudian Snouck alias Abdoel Gaffar tinggal selama enam bulan di Mekkah. Di situ dia diterima dengan kehormatan oleh ulama tertinggi di Mekkah, yaitu Wali Hejaz. Tahun 1885, Snouck kembali ke negerinya.

Jilid kedua berisi uraian tentang pelbagai segi kehidupan dan keluarga di Mekkah. Terutama tentang peri kehidupan dan pandangan kaum `eks Djawa' yaitu masyarakat Indonesia yang bermukim di Mekkah. Bahkan Snouck menguraikan kehidupan seks dalam keluarga di situ dan pelbagai segi pribadi hehidupan masyarakat seperti pendidikan agama, khitanan, upacara perkawinan, penguburan. dan sebagainya. Banyak kalangan ilmuwan yang mengagumi Snouck yang telah menjalankan metode pengamatan dan penelitian `modern' yakni dengan metode partisipasi.

Tetapi VK berpendapat lain, "Jilid kedua itu terbukti didasarkan pada laporan tertulis berupa surat-surat dari Aboebakar di Jeddah kepada Snouck," ujarnya. "Korespondensi ini berjalan terus setelah Snouck pulang melalui Konjen Belanda. Bahkan ada bagian-bagian dari buku Snouck itu yang merupakan jiplakan dari surat Aboebakar.!" Memang Aboebakar ketika itu dijadikan asisten Konjen Belanda atas rekomendasi Snouck.

Bukan itu. saja. Bahkan atas persetujuan Snouck, Aboebakar membuat sebuah buku catatan berisi biografi ulama Indonesia yang berada di Mekkah ketika itu. Buku (cahier) ini berjudul Risalah Tarjamah Ulama Djawa, antara lain memuat biografi An-Nawauwi Banten. Adanya risalah ini baru diketahui sekarang dan ditentukan oleh VK. "Ini dan semua surat-surat tadi sepatutnya diterbitkan atas nama Aboebakar Djajadidningrat karena Snouck tidak menggunakan seluruhnya," katanya.

Selama di Jeddah dan di Mekkah, Snouck memang tidak ber-hasil mendapatkan informasi yang bernilai politis bagi Belanda. Terutama pandangan terhadap Belanda. Keterangan ini diperoleh dengan mudah karena masyarakat di sana sudah rnenganggap Snouck alias Abdoel Gaffar sebagai akhu-fiddin (saudara seagama) mereka. Ketika di situ pula Snouck membina pertemuan dengan orang-orang Aceh.

SH lalu membuat langkah penting dalam hidupnya. Dia menawarkan diri untuk ditugaskan he Aceh. di mana Belanda sudah terlibat perang yang luas di situ. Apalagi dia masih berkorespondensi dengan beberapa ulama Aceh yang dikenalnya di Mekkah.

   "Snouck mengusulkan, dia akan pergi ke Aceh diam-diam dengan tujuan melakukan penetrasi ke Istana Sultan di Kumala, suatu tempat di mana Sultan menyingkir dari serbuan Belanda," tutur VK "Snouek akan mengusahakan suatu persetujuun antara Belanda dengan Sultan Aceh."

Kementerian Urusan Jajahan setuju. Snouck berangkat secara rahasia. Tetapi, sesampai di Penang, dia dicegat Konsul Belanda dan diperintahkan melapor ke Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ternyata pihah militer Belamda di Aceh tidak setuju dengan rencana Snouck. Snouck mendarat di Batavia tahun 1889. Gubernur Jenderal C. Pijnaker Hordijk secara segera menunjuk beberapa orang menjadi asisten Snouck.

Salah satu pembantu yang utama adalah yang terdahulu Sayyid Osman ibn Jahja ibn Aqil al-Alawi. Dia ulama keturunun Arab Hadramaut, dan pembantu penasihat pemerintah masalah Islam, yang terdahulu Mr. L.W.C. Van Den Bergh. Selain itu, Snouck juga dibantu kenalan lama di Mekhah, Haji Hasan Moestafa, yang dijadikannya penasihat utama untuk wilayah Jawa Barat.

Melalui perbincangan di Batavia dan korespondensi dengan Den Haag, Snouck  mendapat jabatan resmi dan tetap sebagai "Officieel Adviseur voor Oostersche Talen en Mohammedaans Rechts" (Penasehat Resmi Bahasa Timur dan Hukum Islam). Bahkan sesudah pulang kembali ke Leiden tahun 1906, dia tetap menjabat kedudukan itu dengan nama "Adviseur voor Inlandsche Zaken" yang berhubungan dengan kabinet Belanda.

Tugas penting pertama SH adalah mendalami cara menyelesaikan atau lebih tepat menumpas Perang Aceh. Setelah peninjauan lapangan selama hanya delapan bulan saja, dan dibantu banyak keterangan tertulis jaringan pembantunya.

Pada tahun 189 SH ditugaskan ke Aceh untuk menyusun saran penyelesaian Perang Aceh bagi Belanda, karena politik pemerintah gagal total. Snouck berangkat ke Ulee Lheue yang menjadi kubu militer Belanda. Di situ dia mendapat bantuan berharga dari Tengku Nurdin yang juga abang kepala pengulu Ulee Lheue bernama A'koeb. Kemudian Snouck membuat laporan telab "Atjeh Verslag" yang menjadi dasar kebijakan politik dan militer Belanda menghadapi persoalan Aceh.

Bagian pertama laporan. itu berupa uraian antropologis Aceh, pengaruh Islam, peranan ulama, dan uleebalang. Dalam bagian ini Snouck mengemukakan bahwa Perang Aceh dikobarkan oleh para ulama, sedang para uleebalang bisa menjadi calon sekutu Belanda karena kepentingabnya adalah berniaga. "Islam harus dinilai sebagai faktor yang sangat negatif karena membangkitkan fanatisme anti-Belanda di kalangan rakyat. Setelah para pemuka agama ditumpas, maka Islam akan menjadi tipis (superpicial di Aceh sehingga para uleebalang bisa dengan mudah menguasai situasi," demikian pendapat Snouck menurut penuturan VK.

Bagian kedua berisi saran dan tindakan strategis militer. Snouck menyarankan agar operasi militer ke pedalaman menumpas habis gerilya dan sumber kekuatan utama, dan setelah itu baru bisa ada peluang membina hubungan kerjasama dengan uleebalang.

Van Koningseteld (VK) menegaskan bahwa Snouck selalu dikelilingi suatu jaringan pembantu atau pemberi keterangan yang terdiri dari orang Indonesia. "Cara kerja Snouck di Hindia Belanda persis sama dengan ketika berada di Arab Saudi: mengadakan kontak dengan mendapatkan informasi lengkap tertulis."

Para ulama ini membantunya dengan sukarela dan dengan keyakinan Snouck itu Muslim. Kecuali beberapa orang seperti Sayyid Osman, yang memang digaji 100 Gulden sebulan oleh pemerintah Belanda.

VK menemukan sejumlah surat dari banyak ulama di Jawa kepada Snouck yang disebutnya, antara lain sebagai "al Sheikh al Allama Maulana Abdoel Ghaffar Moefti Ad-Dhiyar al ­Djawiya" yang artinya "Tuan Abdoel Ghaffar sarjana yang amat terpelajar pemimpin agama tertinggi di Jawa."

Lebih istimewa lagi, Sheikh Maulana Abdoel Ghaffar itu pada bulan Januari 1890 menikah dengan seorang puteri kepala penghulu Ciamis. Dari perkawinan ini lahir empat anak, dua perempuan dan dua laki-laki. Yaitu Salmah, Emah, Oemar, Aminah, dan Ibrahim.

Dan dekat dengan akhir abad he-19, Abdoel Ghaffar Snouck Hurgronje menikah lagi dengan Siti Sadiyah, putri ulama paling terkemuka di Bandung ketika itu yaitu Kalipah Apo. Perkawinan ini melahirkan seorang putra tunggal yaitu R. Joesoef.

Snouck dalam suatu korespondensi dengan Theodor Nuldeke, orientalis terkemuka Jerman yang juga gurunya di sebuah universitas Strassbourgh, mengaku terus terang bahwa perilakunya sebagai Muslim adalah untuk menembus masyarakat Islam dan mendapatkan keterangan. ",...saya melakukan idharul-Islam karena hanya dengan begitu saya bisa diterima di halangan primitif, seperti di Indonesia," begitu VK mengutip surat Snouck kepada Nuldeke.

VK juga menemukan surat lain Snouck, yang menyatakan bahwa dia juga seorang agnostik (selalu meragukan keberadaan Tuhan, tidak perduli dengan agama). Ini ternyata dari surat Snouck kepada Teolog Protestan terkenal pada zamannya, Herman Bravinck, rekan sekuliahnya di Universitas Leiden.
   "...anda memang seorang yang yakin kepada Tuhan. Sedang saya seorang yang skeptis terhadap segala hal...," tulis Snouck.

PENUTUP
Pada dasarnya. pola operasi orientalis angkatan Snouck menggunakan metode ilmiah untuk memisahkan umat Islam dari spirit ajarannya, baik yang bersifat politik maupun hukum. Snouck mengajukan gagasan politik asosiasi yang maksudnya mengubah orientasi budaya umat Islam ke arah kebudayaan Barat, yang diyakini Snouck sebagai paling luhur.

Snouck sudah meninggal, tetapi Snouckisme masih terasa bekas-bekasnya. Kini banyak sarjana Islam yang mempelajari agamanya lewat metodologi Barat di kampus-kampus ternama di dunia I3arat. Keislaman dilihat sepenuhnya sebagai gejala profan, metodologi yang berasal dari khasanah Islam dianggap sudah tidak aktual lagi sebagai perangkat memahami Islam. Secara tidak disadari apresiasi mereka terhadap Islam berubah, begitu pula terhadap "kitab kuning” yang merupakan produk khasanah lama. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari anggapan bahwa keberagamaan, dalam arti luas, adalah gejala profan. Jika pemahaman ini ditarik jauh, maka faktor wahyu Ilahi sebagai sumber keberagamaan (Islam) menjadi nisbi. Kesimpulan ini tidak terlalu jauh dengan catatan surat-surat Snouck Hurgronje seperti dikutip Koningsveld.

Sebelumnya : Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 5

sumber : http://arimateapusat.blogspot.com/
11:10 | 0 comments | Read More

Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 5

Spion Intelektual
 
Di negeri Beianda sekali pun, ajaran mikul duwur mendem jero ternyata diamalkan oleh sebagian ilmuwan Belanda, baik angkatan tuanya seperti F. Schroder dan L.l Graaf maupun yang lebih muda seperti W.G.J. Ramelink. Karena itu ketika Van Koningsveld (VK) untuk pertama kalinya pada tanggal 16 November 1979 merobek topeng intelektual Snouck Hurgronje (SH), timbul polemik sengit sepanjang tahun 1980 - 1981 dalam pelbagai media massa Belanda.

VK sebagai sarjana ahli bahasa Arab dan keislaman yang lahir pada  tahun 1943, berasal dari almamater yang sama dengan Snouck Hurgronje (SH) yakni Universiteit Kerajaan Leiden. Seperti diketahui, Snouck Hurgronje (SH) -1857-1936- selama 17 tahun, 1869-1906, menjadi penasehat Islam pemerintahan Hindia Belanda. Selama itu SH bertindak selaku arsitek "politik Islam" Hicdia Belanda. Staatblad-staatblad yang dikeluarkan pemerintah jajahan "Perkara boemipoetera jang bersangkoetan dengan agama Islam" di sepanjang dasawarsa (akhir) abad ke 19 dan abad ke-20 sebelum masa Jepang, berasal dari pemikiran SH yang intinya menjadikan Islam sebagai agama "ibadat"  saja (Islam itu cukup di masjid saja)

Dan dengan politik asosiasie, SH menginginkan secara kultural boemipoetera beroreintasi kepada Belanda, "...cukup dengan kesatuan budaya antara kawulanegara Ratu Belanda di Pantai Laut Utara dan di Insulinde," sebagai cara untuk memecahhkan masalah Islam Belanda, kata SH dalam Nederland en de Islam. Semua peran yang dibawakannya ini, termasuk dalam Perang Aceh, meninggalkan luka bernanah pada relung hati umat Islam, sampai kini.

Lewat penelitian yang mendalam, sejumlah dokumen, baik Verslaag, catatan SH, surat-surat dari dan untuk SH, kepustakaan, dan wawancara, VK menuliskan kesimpulannya tentang SH dalam tujuh artikel yang dikumpulkan dalam buku ini.

Seperti yang diungkapkannya sendiri, minat meneliti SH bermuIa dari rasa ingin tahu remaja yang masih duduk di bangku sekolah lanjutan terhadap SH yang namanya ketika itu sudah didengarnya.

Dalam artikel-artikel yang ditulisnya, Van Koningsveld (VK) berkesimpalan bahwa SH adalah seorang ilmuwan yang tidak dapat dipercaya kejujurannya. Van Koningsveld (VK) membuktikan bahwa bagian kedua buku Mecca, in the letter part of the 19 th, century, seratus halaman di antaranya merupakan jiplakan mentah-mentah laporan pembantunya, Aboebakar Djajadiningrat, yaitu paman Husein Djajadiningrat, tanpa disebut namanya satu kali pun dalam buku ini. Juga foto ilustrasi dibuat oleh Abdul Gaffar, tabib terkenal di Mekkah, sedangkan SH dalam buku itu membubuhi namanya sendiri sebagai pembuat foto.

Kelancangan lain adalah SH mengaku menulis 1.500 pepatah Arab, padahal itu merupakan salinan pepatah Mesir yang dibuat seorang ulama bernama Abdurahman Effendi. Sementara itu, karya lain SH berjudul The Atjehers merupakan bentuk kelancangan lain. Di samping buku ini. SH menulis Verslag yang antara lain SH menulis bahwa manusia Aceh sebagai biadab, kotor, dan suka berhubungan seks liar.

Maka bagi yang mau belajar, salah satu tanda kebenaran seseorang adalah jejak-jejak tulisannnya dan coba bertanya yang mendalam tentang buku-buku yang ditulisnya, ada satu keadaan dimana yang  bersangkutan akan menjawab dengan tidak memuaskan atau dengan jawaban yang melenceng dari isi pertanyaan atau enggan memasusi situasi tanya jawab dengan berbagai alasan.

Sejak kunjungan ke Mekkah tahun 1883 SH telah membawa tugas politik, karena perjalanannya itu diatur dan diongkosi oleh pemerintahan kerajaan Belanda. Sejak di Mekkah, SH telah menyiapkan konsep "anti gerilya" melawan Aceh. Ia tinggal bertetangga dengan pemukiman orang Aceh di Mekkah. Dari tempat ini SH mulai memelihara akses dengan pribumi, seperti Hassan Mustafa, yang kelak menjadi informan pentingnya. SH sendiri pada 1 April 1889 tiba di Penang, dan bergaul dengan pelarian Aceh, dan dari sini berusaha memasuki Aceh secara gelap. Pemerintah Hindia Belanda menolak "operasi intelijen" ini. Akhirnya SH langsung berlayar ke Jawa.

VK berpendapat, bukan Jenderal Van Heuz sebagai penakluk Aceh, tetapi justeru SH sendiri. Di antara tahun 1898­-1902, SH melakukan perjalanan ke Aceh sebanyak tujuh kali dan menghabiskan waktu berdiam sebanyak 33 bulan. Selama itu SH mengambil bagian dalam sejumlah operasi militer, termasuk memimpin suatu dinas intelijen avan la lettre (secara tidak resmi). Hasilnya SH berjaya menawan 100 orang pejuang  Aceh. Sumbangan terpenting SH dalam penumpasan Aceh adalah merekonstruksi peta daerah Gayo yang berbukit­-berlembah berdasar informasi seorang cecunguk bernama Djambek alias Nyak Puteh yang menjadi pembantunya. Berdasarkan peta yang dibuat SH, Jenderal Van Daalen melumpuhkan perlawanan Aceh di sini.

SH tidak akan berhasil dalam misinya yang tidak terungkap sampai terakhir ia berada di Indonesia, tanpa bantuan orang pribumi seperti Habib Abdurrahman Al Zahir, Aboebakar Djajadiningrat, Hasan Mustafa, Habib Osman bin Jahja, Tengku Nurdin, dan Djambek. Orang-orang ini dengan setia membantu dan membala (tentunya tanpa disadari oleh para tokoh tsb) dari misi spionase SH yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah.

Yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku Izharul Islam, berpura-pura Islam, yang dilakukan SH dalam rangka participating observation terhadap Islam, termasuk mengawini dua perempuan pribumi putri penghulu terkemuka. Bagi para penyusup, menikah dengan tokoh/aktif islam adalah semacam teori keharusan agar misinya benar-benar sulit dibongkar secara logika. Pernikahan ini tak pernah diakuinya pada kalangan kulit putih, termasuk kepada puteri Belandanya sendiri, sampai saat menjelang maut.

Izharul Islam sebagai "sarana riset" dilakukan SH, Seperti halnya Wyne Sergean kawin dengan Obahorok, dari Lembah Baliem, Irian Jaya, ketika yang bersangkutan meneliti perilaku seks suku terasing.

Dengan penelanjangan habis-habisan terhadap SH, tidak mengherankan VK menerima tuduhan berpaham nasionalisme Arab. Sebenarnya apa sih, motif VK sehingga tega. larane (tapi juga) tega patine terhadap SH.
11:09 | 0 comments | Read More

Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 4

Dengan cara ini, Snouck bisa mengenal ulama-ulama Aceh yang berada di Mekah, seperti Syekh AI Habib Abdul Rahman Azh Zhahir. la membangun hubungan erat dengan orang-orang Indonesia di sana, khususnya asal Aceh, sehingga tak seorang pun dari mere­ka yang membayangkan ia adalah seorang musuh lslam yang sa­ngat berbahaya. Snouck bahkan pernah berjanji akan membantu rakyat Aceh dalam perang melawan penjajah Belanda (membela islam).

Kedatangannya ke Aceh pada tahun 1893 disambut hangat oleh kaum Muslimin. Ia dianggap sebagai bagian dari mereka karena di mana pun kaum Muslimin bersaudara. Hal ini makin diperkuat dengan kemampuan Snouck yang bisa bicara bahasa Arab dengan fasih. Mereka membantu segala keperluan Snouck dan memuliakannya sebagai tamu Muslim yang hidup di tengah keluarganya sendiri.

Bahkan, penduduk daerah Ulee Lheue membantunya dalam mempelajari bahasa lokal agar ia mudah berhubungan dengan warga setempat. Dari sinilah Snouck mulai bekerja diam-diam dengan melakukan kajian dan menulis laporan demi kepentingan penjajah Belanda.

Setelah kajian mendalam terhadap masyarakat Aceh, Snouck menemukan bahwa rahasia kekuatan adalah persatuan ulama dan tokoh pemimpin masyarakat. Inilah yang dihancurkan oleh Snouck dengan memecah barisan umat dan menumbuhkan pertentangan antara dua pihak yang berpengaruh ini. la menjalankan politik devide at impera, pecah dan kuasai. Inilah yang membuat Belanda sanggup menundukkan rakyat Aceh.

Politikus dan Sejarawan Indonesia, Ridwan Saidi dalam bukunya ‘Fakta dan Data Yahudi di Indonesia’ memberikan komentar bahwa apa yang dilakukan oleh Snouck sangat licik, ia berpura-pura masuk Islam, atau dalam istilah lain dikatakan ia melakukan IZHARUL ISLAM, yaitu suatu sikap yang diperagakan oleh orientalis abad ke-19 di negeri-negeri jajahan. Cara ini amat ampuh dalam upaya mengorek kelemahan Islam yang menjadi agama mayoritas di tanah jajahan tersebut. Dengan berpura-pura Islam, bersyahadat, shalat, bahkan ke Mekkah, kemudian menjadi Mufti tentang masalah Islam,  maka hubungan dengan umat Islam dapat dibina dengan akrab.

Belakangan, Snouck Hurgronje diketahui telah melakukan kejahatan Izharul Islam, meski ia bukan orang pertama karena sebelumnya seorang orientalis Perancis dengan Izharul Islam nya telah mencapai sukses melestarikan penjajahan Perancis atas bumi Afrika Utara.

Izharul Islam, sebagai metodologi, kini sudah tidak dipergunakan lagi, boleh dikata sejak Perang Dunia II berakhir, setelah bangsa-bangsa terjajah memerdekakan diri, maka "zaman keemasan" Izharul Islam berakhir. Para mantan penjajah yang masih ingin mempertahankan kepentingannya di bekas negeri jajahan, mempraktekkan penampilan baru, yaitu "bersimpati" kepada Islam, antara lain dengan memberi bantuan untuk kepentingan "pembangunan" Islam.

Berdasarkan observasi penulis, bukan berarti Izharul Islam mati total, bisa jadi  hanya mati suri saja. Sejarah akan berulang, Snouck jilid kedua bisa terjadi. Mengamati kenyataan di lapangan menunjukkan betapa banyak kasus ini menimpa umat Islam di bumi Nusantara. Mereka dihormati karena status sebagai muallaf, tetapi ternyata hal tersebut hanya sebagai kedok untuk melanggengkan misinya. Mulai dari maksud sederhana ingin mendapatkan hak zakat dan belas kasihan orang,  sampai kepada kepentingan besar dalam misi memurtadkan Muslimin dari agamanya..

Kasus populer di zaman ini beredarnya Qur'an Van Der Plas di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan (daerah Hulu Sungai). Harian Kalimantan Berjuang (23 Maret 1950) memberitakan keterangan Kyai Widjaja yang melaporkan beredarnya Qur'an palsu yang dibagikan oleh Van Der Plas. Van Der Plas adalah kuasa pemerintah Belanda yang ditempatkan di "daerah pendudukan". Qur'an palsu itu diberikan kepada para ulama, dan ternyata setelah diteliti isinya mengandung dongeng Israiliyat. Sudah barang tentu hal ini menghebohkan. Diduga Van Der Plas sengaja melakukan ini untuk mengacaukan pemahaman umat terhadap agamanya.

Pola Van Der Plas memang terlalu kotor, dibanding dengan pola yang dijalankan Snouck Hurgronje. Yang belakangan ini menjalankan misi spionasenya dengan berkedok penelitian ilmiah.
 
Agar memudahkan membina akses dengan informan Muslim, Snouck ber-Izharul Islam. Ternyata, menurut penelitian Dr. Van KoningsveId, Snouck membuat laporan penelitian ganda, misalnya tentang Aceh, Snouck menulis dua jilid buku tebal De Atjehers berisi laporan ilmiah mengenai masyarakat Aceh, dan buku ini dipublikasikan. Tetapi Snouck juga menulis Verslag Aceh sebagai laporan kepada Pemerintah Belanda tentang alasan mengapa Aceh harus diperangi. Verslag Aceh berbeda dengan The Atjehers.

Pendirian Snouck yang paling asli tentang Islam terdapat dalam Verslag Aceh. Di situ Snouck mencibiri orang Aceh dan Islam. Celaan terhadap Aceh dan Islam mewarnai laporannya itu sehingga memotivasi pemerintah Belanda untuk meneruskan perang menaklukkan Aceh.

Pada tahun 1906, Snouck Hurgronje kembali ke negeri Belanda setelah bertugas di Indonesia selama 17 tahun. Perpisahan dengan keluarga, menurut sumber terdekat penulis, berlangsung secara mengharukan, tentunya dengan tetap memiliki paradigma, papahku adalah sosok yang telah membela islam.

Keempat anaknya yang sudah besar diajaknya ke Stasiun Gambir. Sambil melihat-lihat peninggalan masa lalu, Snouck berkata kepada anaknya, "Anak-anakku,, papa akan kembali ke negeri Belanda buat selamanya, keperluan  kamu akan papa kirim dari negeri Belanda, dan kamu semua akan papa ikutkan dalam asuransi jiwa. Bila besar kelak, janganlah kamu menggunakan nama fam Hurgronje, itu mungkin dampaknya tidak bagus buat kamu."

Keempat anaknya itu terperangah belaka. Hanya air mata yang meleleh di pipi disaksikan area-area yang membisu. Snouck membujang di Belanda selama empat tahun. Pada tahun 1900 ia kawin lagi dengan seorang gadis Belanda beragama Roma Katolik, Maria Otter. Tahun 1922 ia dikaruniai seorang puteriyang diberi nama Christien. Christien rupanya menjadi puteri tunggal dari isteri Belanda satu-satunya itu. Menurut sumber-sumber penulis di negeri Belanda, ternyata Christien tidak pernah dididik secara Islam. Ia tumbuh dan berkembang sebagai gadis Katolik, sampai kelak ia bertemu jodoh dengan seorang Belanda mantan karyawan De Javasche Bank. Pernikahannya juga berlangsung secara Katolik.

Menjelang wafatnya, Snouck Hurgronje selama tiga bulan terbaring saja di kamar tidurnya di Leiden, Belanda. Ia tidak bercakap-cakap, sampai suatu hari ia memanggil isteri dan anaknya. Seraya terbaring di tempat tidur, Snouck meminta agar testamen yang telah dibuatnya diubah. la menginginkan agar anak-anaknya yang berada di Indonesia diberi bagian warisan. Konon, Christien terlongong-longong, dan baru pada detik itu ia mengetahui bahwa ia mempunyai saudara seayah di Indonesia. Snouck dimakamkan satu lahat dengan ibu kandungnya di TPU- Leiden.

Itulah seorang intelijen sebenarnya, kadang sampai masuk liang lahatpun, istri/suami, anak-anaknya dan orang-orang disekelilingnya tidak akan menyangka sosok yang sebenarnya yang mereka cintai tersebut.

Tatkala Sejarawan Ridwan Saidi pada tahun 1989 berkunjung ke Belanda, yang ditemani intelektual Belanda Dr. Kareel Steenbreenk dan Dr. Martin Van Bruinesen, menyempatkan diri menengok makam Snouck di Leiden. Tampaknya sangat jarang orang berziarah ke situ, kalau pun ada pengunjung, mereka lebih tertarik berziarah ke makam ibunda pelukis terkenal Van Gogh. Snouck Hurgronje tidak dimakamkan Secara Islam.
11:08 | 0 comments | Read More

Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 3



Snouck menegaskan bahwa Islam harus dianggap sebagai faktor negatif karena dialah yang menimbulkan semangat fana­tisme agama di kalangan Muslimin. Pada saat yang sama, Islam membangkitkan rasa kebencian dan permusuhan rakyat Aceh terhadap Belanda. Jika dimungkinkan "pembersihan" ulama dari tengah masyarakat, Islam takkan lagi punya kekuatan di Aceh. Setelah itu, para tokoh-tokoh adat bisa menguasai dengan mudah.

Bagian kedua laporan ini adalah usulan strategis soal militer. Snouck mengusulkan dilakukannya operasi militer di desa-desa di Aceh untuk melumpuhkan perlawanan rakyat yang menjadi sumber kekuatan ulama. Bila ini berhasil, terbuka peluang untuk membangun kerjasama dengan pemimpin lokal.

Perlu disebut di sini bahwa Snouck didukung oleh jaringan intelijen/mata-mata dari kalangan pribumi. Cara yang ditempuh sa­ma dengan yang dilakukannya di Saudi dulu, yaitu membangun hubungan dan melakukan kontak dengan warga setempat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Orang-orang yang membela dan membantunya baik dari tokoh/aktifis/umat muslim berasumsi bahwa Snouck saat itu adalah seorang saudara seagama yang sedang berjuang membela Islam. Dalam suatu korespondensinya dengan ulama Jawa, Snouck menerima surat yang bertuliskan "Wahai Fadhilah Syekh Allamah Maulana Abdul Ghaffar, sang mufti Negeri Jawa."

Lebih aneh lagi, Snouck menikah dengan putri seorang kepala daerah Ciamis, Jawa Barat pada tahun 1890. Dari pernikahan ini ia memperoleh empat anak: Salamah, Umar, Aminah, dan Ibrahim.

Akhir abad 19 ia menikah lagi dengan Siti Saidah, putri Khalifah Apo, seorang ulama besar di Bandung. Anak dari pernikahan ini bernama Raden Yusuf. Luar biasa memang, orang disekelilingnya, baik mertua, istri, anak-anaknya dan orang-orang disekeliling yang lainnya, PASTI semua orang-orang yang ada dekat denganya menyatakan dengan penilaian mereka sehari-hari, mustahil Snouck hanya berpura-pura masuk islam. Jika saat ini ada pihak yang menyatakan lain, maka sudah pasti akan jadi musuh bersama orang islam lainnya.

Snouck melakukan surat menyurat dengan gurunya Theodor Noeldekhe, seorang orientalis Jerman terkenal. Dalam suratnya, Snouck menegaskan bahwa keislaman dan semua tin­dakannya adalah permainan untuk menipu orang Indonesia demi mendapatkan informasi. la menulis, "Saya masuk Islam hanya pura-pura. Inilah satu-­satunya jalan agar saya bisa diterima masyarakat Indonesia yang fanatik."

Temuan lain Koenings Veld dalam surat Snouck mengungkap bahwa ia meragukan adanya Tuhan. Ini terungkap dari surat yang ia tulis pada pendeta Protestan terkenal, Herman Parfink, yang berisi, "Anda termasuk orang yang percaya kepada Tuhan. Saya sendiri ragu pada segala sesuatu."

Dr. Veld berkomentar tentang aktivitas Snouck sebagai berikut. "la berlindung di balik nama 'penelitian ilmiah dalam mela­kukan aktivitas spionase, demi kepentingan penjajah." Veld yang merupakan peneliti Belanda yang secara khusus mengkaji biografi Snouck menegaskan bahwa dalam studinya terhadap masyarakat Aceh, Snouck menulis laporan ganda. la menuliskan dua buku tentang Aceh dengan satu judul, namun dengan isi yang bertolak belakang.

Dari laporan ini, Snouck hidup di tengah masyarakat Aceh selama tiga puluh tiga bulan dan ia pura-pura masuk Islam. Dalam rentang waktu itu, ia menyaksikan budaya dan watak masyarakat Aceh sekaligus memantau peristiwa yang terjadi. Semua aktivitasnya tak lebih dari pekerjaan spionase dengan mengamati dan mencatat.

Sebagai hasilnya ia menulis dua buku: pertama, berjudul Aceh, memuat laporan ilmiah tentang karakteristik masyarakat Aceh dan buku ini diterbitkan. Buku ini bernada membela islam dan rakyat aceh. Akan tetapi, pada saat yang sama, ia juga menulis laporan rahasia untuk pemerintah Belanda berjudul "Kejahatan, Aceh." Buku ini memuat alasan-alasan memerangi rakyat Aceh.

Dua buku ini bertolak belakang dari sisi materi dan prinsipnya. Buku ini menggambarkan sikap Snouck yang sebenarnya. Di dalamnya, Snouck mencela dan merendahkan masyarakat dan agama rakyat Aceh. Laporan ini bisa disebut hanya berisi cacian dan celaan sebagai provokasi penjajah untuk memerangi rakyat Aceh.

Komentar tentang aktivitas spionase Snouck Hurgronje pada masa penjajahan juga muncul dari cendekiawan putra Aceh, yaitu Prof. A. Hasymi. la menuIis, "Belanda mulai memerangi Aceh dalam upaya menguasai daerah jajahannya sejak 1873. Perang berlangsung selama dua puluh tahun, namun tentara Belanda tak berhasil menaklukkan rakyat Aceh. Belanda menghadapi per­lawanan rakyat yang sengit dalam tiap pertempuran. Rahasia perlawanan ini adalah padunya ulama dan pemimpin setempat. Snouck sangat paham hal ini dan melihat Islam sebagai penggerak paling kuat dalam jiwa kaum Muslim."

Snouck ingin menyerang dan meruntuhkan perlawanan ini dari akarnva. la belajar Islam, datang ke Mekah, dan pura-pura masuk Islam. Bahkan, untuk tujuan busuk ini, Snouck memakai nama Abdul Ghaffar.

Sebelumnya : Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 2
Selanjutnya : Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 4
11:07 | 0 comments | Read More

Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 2


KEJAHATAN SNOUCK HURGRONJE: (1857-1936 M)
 
Seorang peneliti Belanda kontemporer, Koenings Veld, menjelas­kan bahwa realitas budaya di negerinya membawa pengaruh besar terhadap kejiwaan dan sikap Snouck selanjutnya. Pada saat itu, para ahli perbandingan agama dan ahli perbandingan sejarah sangat dipengaruhi oleh Teori Evolusi Darwin. Hal ini membawa konsekuensi khusus dalam teori peradaban di ka­langan cendekiawan Barat bahwa peradaban Eropa dan Kristen adalah puncak peradaban dunia. Sementara itu, Islam yang datang belakangan, menurut mereka, adalah upaya untuk memutus per­kembangan peradaban ini. Bagi kalangan Nasrani, kenyataan ini dianggap hukuman atas dosa-dosa mereka.Ringkasnya, agama dan peradaban Eropa adalah lebih tinggi dan lebih baik dibanding agama dan peradaban Timur. Teori peradaban ini berpengaruh besar terhadap sikap dan pemikiran Snouck selanjutnya.
 
Pada tahun 1876, saat menjadi mahasiswa di Leiden, Snouck pernah berkata, "Adalah kewajiban kita untuk membantu pen­duduk negeri jajahan -maksudnya warga Muslim Indonesia - ­agar terbebas dari Islam." Sejak itu, sikap dan pandangan Snouck terhadap Islam tidak pernah berubah.

Snouck pernah mengajar di Institut Leiden dan Delf, yaitu lembaga yang memberikan pelatihan bagi warga Belanda sebelum ditugaskan di Indonesia. Saat itu, Snouck belum pernah datang ke Indonesia, namun ia mulai aktif dalam masalah-maasalah penjajah­an Belanda. Pada saat vang sama, Perang Aceh mulai bergolak.

Saat tinggal di Jedah, ia berkenalan dengan dua orang Indonesia yaitu Raden Abu Bakar Jayadiningrat dan Haji Hasan Musthafa. Dari keduanya Snouck belajar bahasa Melayu dan mulai bergaul dengan para jamaah haji dari Indonesia untuk mendapatkan in­formasi yang ia butuhkan.

Pada saat itu pula, ia menyatakan keislamannya dan mengu­capkan syahadat di depan khalayak dengan memakai nama Ahdul Ghaffar. Seorang Indonesia berkirim surat kepada Snouck yang isinya menyebutkan "Karena Anda telah menyatakan masuk Islam di hadapan orang banyak dan ulama-ulama Mekah telah mengakui keislaman Anda." Seluruh aktivitas Snouck selama di Saudi tercatat dalam dokumen-dokumen di Universitas Leiden, Belanda. Snouck menetap di Mekah selama enam bulan dan disambut hangat oleh seorang ulama besar Mekah, yaitu Waliyul Hijaz. Ia lalu kembali ke negaranya pada tahun 1885. Penyambutan hangat seperti ini sering juga dilakukan oleh umat/tokoh di Indonesia terhadap para mantan non muslim, bahkan mendadak menjadi Ustad/Ustadzh yang kondang. Tidak sedikit dengan ilmu yang seadanya menerbitkan tulisan-tulisan yang membahas tentang keislaman terkait dengan masalah aqidah, seperti layaknya seorang ulama. Kadang namanya lebih dikenal dari ustadz/ustadzah yang sebenarnya.

Selama di Saudi, Snouck memperoleh data-data penting dan strategis bagi kepentingan pemerintah penjajah. Informasi itu ia dapatkan dengan mudah karena tokoh-tokoh Indonesia yang ada di sana sudah menganggapnya sebagai saudara seagama kesempatan ini digunakan oleh Snauck untuk memperkuat hubungan dengan tokoh-tokoh yang berasal dari Aceh yang menetap di negeri Hijaz saat itu.

Snouck kemudian menawarkan diri kepada pemerintah pen­jajah Belanda untuk ditugaskan di Aceh. Saat itu, Perang Aceh dan Belanda mulai berkecamuk. Snouck masih terus melakukan surat menyurat dengan ulama asal Aceh di Mekah.

Snouck tiba di Jakarta pada tahun 1889. Jendral Beraker Hourdec  dengan hidden missionnya menyiapkan tokoh-tokoh Islam untuk dapat membantunya. Seorang di antaranya adalah tokoh keturunan Arab, yaitu Sayyid Utsman Yahya bin Aqil Al Alawi. Tentunya beliau dan juga seperti banyak tokoh lainnya tidak menyadari misi terselubung Snouck ini.

Selain itu, ia juga dibantu sahabat lamanya ketika di Mekah, Haji Hasan Musthafa yang diberi posisi sebagai penasihat untuk wilayah Jawa Barat. Karena kelihaiannya, tentunya kedua orang tokoh Islam ini tidak menyadari Snouck yang sebenarnya. Snouck sendiri memegang jabatan sebagai penasihat resmi pemerintah penjajah Belanda dalam bidang bahasa Timur dan Fikih Islam. Jabatan ini masih dipegangnya hingga setelah kembali ke Belanda pada tahun 1906.
Misi utama Snouck adalah "membersihkan" Aceh. Setelah melakukan studi mendalam tentang semua yang terkait dengan masyarakat ini, Snouck menulis laporan panjang yang berjudul Kejahatan-Kejahatan Aceh. Laporan ini kemudian menjadi acuan dan dasar kebijakan politik dan militer Belanda dalam menghadapai masalah Aceh.

Pada bagian pertama, Snouck menjelaskan tentang kultur ma­syarakat Aceh, peran Islam, ulama, dan peran tokoh pemimpinnya. la menegaskan pada bagian ini bahwa yang berada di be­lakang perang dahsyat Aceh dengan Belanda adalah para ulama. Sedangkan tokoh-tokoh formalnya bisa diajak damai dan dijadikan sekutu karena mereka hanya memikirkan bisnisnya.

Sebelumnya : Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 1
Selanjutnya : Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 3
11:06 | 0 comments | Read More